JAKARTA — Terancam batalnya pembangunan pupuk di Teluk Bintuni juga diungkapkan Head of Corporate Communication PT Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana.
Dia menyatakan perusahaannya belum tahu jenis pabrik apa yang akan dibangun di Teluk Bintuni demi menyerap gas BP.
Menurutnya, perusahaan awalnya memang akan membangun pabrik pupuk. Namun melihat persediaan urea dunia yang oversupply, maka rencana ini ditimbang ulang.
“Kondisi pasar urea dunia saat ini sudah oversupply sehingga harga komoditinya kurang bagus. Selain itu,harga gas juga jad faktor penyebab masih perlunya kajian ulang. Karena dengan harga gas Bintuni yang US$8 per MMBTU, sangat tidak ekonomis untuk bangun pabrik pupuk,” jelasnya, seperti dilansir CNN Indonesia.
Dia lalu mengatakan sebetulnya perusahaannya juga ingin mengganti pabrik pupuk dengan petrokimia demi mengurangi ketergantungan impor. Di samping itu, Pupuk Indonesia juga ingin menyesuaikan lini bisnis ke arah petrokimia.
Jika memang pabrik pupuk tidak jadi dibangun, tentu saja akan ada penyesuaian surat keputusan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Selain itu, ia mengatakan Pupuk Indonesia tetap komitmen untuk mengembangkan proyek Bintuni.
“Dan kami akan terus berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk persiapan pengembangan proyek di sana,” imbuhnya.
Sebagai informasi, alokasi gas Tangguh sebesar 180 MMSCFD bagi pabrik pupuk tercantum di dalam surat Plt Kepala SKK Migas Nomor SRT-0839/SKKO0000/2014/S2. Surat ini kemudian diimplementasikan ke dalam dokumen persetujuan keputusan investasi final (Final Investment Decision/FID) Tangguh Train III bulan Juli lalu.
Alokasi gas sebesar 180 MMSCFD itu nantinya dibagi ke dalam dua tahap, yaitu 90 MMSCFD mulai tahun 2021 dan 90 MMSCFD sisanya di tahun 2026.(***)
Click here to preview your posts with PRO themes ››