Menanti Kejutan dan Pemimpin Baru Papua Barat

(Catatan Personal Seorang Warga Pendatang)

Dixie Tasiam

“Dominggus Mandacan-Muhammad Lakotani,  Irene Manibuy-Abdullah Manaray, Stepanus Malak-Ali Hindom. Siapa yang kans kuat menang?”

Itu pertanyaan yang saya ajukan pada seorang tokoh terkemuka Papua Barat di Manokwari, beberapa hari lalu.

Jawabannya tak terduga. “Belum bisa ditebak. Tapi itu bagus, karena berarti Pilgub ini sangat ketat dan kompetitif.”

Jawabannya membuat saya mulai berpikir-pikir siapa yang akan saya pilih di TPS hari ini. Saya pun mulai banyak bertanya ke banyak warga, sekaligus mencari cari referensi online soal pasangan tokoh yang akan bertarung itu.

Saya pun berkesimpulan, semua pasangan calon, khususnya para calon gubernur, punya prestasi dan simpul-simpul massa sendiri. Semua punya plus minus sendiri.

Sebagai orang yang tinggal di Manokwari, nama Dominggus Mandacan bergema di mana-mana. Saya berkesimpulan, nyaris merupakan ‘hil yang mustahal‘ (ini bukan salah ketik) bagi Dominggus Mandacan, sekaligus kepala suku besar Arfak, untuk kalah di Manokwari dan Pegunungan Arfak.

Dominggus yang mantan Bupati Manokwari dua periode itu punya banyak ‘kader’ birokrat dan politisi yang kini menduduki berbagai jabatan strategis di pemerintahan dan lembaga legislatif. Banyak di antara mereka yang, saya dengar, utang budi pada Dominggus. Mereka akan jadi influencer, sekaligus vote getter, yang sangat berpengaruh.

Irene Manibuy punya keunggulan sendiri. Sebagai satu-satunya perempuan yang bertarung, semestinya pemilih perempuan cenderung akan menyalurkan suara padanya.

Selain itu, sebagai mantan Wakil Gubernur Papua Barat, Irene Manibuy menang dalam hal teritorial. Posisinya saat masih jadi orang nomor dua di Papua Barat itu membuatnya bebas berkeliling ke mana saja di provinsi ini. Dia jadinya relatif dikenal warga di seluruh Papua Barat.

Saya tak terlalu tahu tentang  Stepanus Malak, karena beliau adalah petahana Bupati Sorong. Tapi, semua yang saya dengar tentang calon yang diusung Demokrat dan Golkar, pemilik hampir setengah dari kursi di Dewan Provinsi (Deprov/DPRD) Papua Barat adalah hal positif.

Pembangunan di Kabupaten Sorong, katanya, maju pesat. Dengan posisi petahana Bupati Sorong, rasanya juga ‘hil yang mustahal’ bagi Stepanus untuk kalah di kandang.

Dari segi teritorial ini, walau bebas keliling Papua Barat, Irene sepertinya sulit menyaingi Dominggus dan Stepanus untuk jadi ‘pemilik’ sejumlah kabupaten/kota di Papua Barat.

Tapi, eits, jangan salah, walaupun Irene kalah pertempuran di semua kabupaten/kota, bukan tak mungkin dia dan Abdullah yang akan menang peperangan. Ini bisa terjadi bila perolehan suara Irene-Abdulah  tak kalah jauh di daerah-daerah lain di luar ‘daerah kekuasaan’ Dominggus dan Stepanus.

Itu analisis sederhana dari segi teritorial.

Dari segi empiris perolehan suara partai-partai politik pengusung masing-masing calon hasil Pemilu 2014 untuk kursi DPR RI dari daerah pemilihan Papua Barat, sesuai Keputusan KPU No 573 Tahun 2014, tertanggal 28 September 2014, Irene kembali jadi underdog.

(Kenapa saya pakai hasil rekapitulasi suara Pemilu untuk DPR RI? Karena saya gagal mendapatkan data rekapitulasi suara untuk kursi Dewan Provinsi (Deprov/DPRD) Papua Barat.)

Total suara PKS (13.961), PKB (18.174), PPP (11.325), dan Hanura (17.430) yang mengusung Irene-Abdullah adalah 60.890.

Irene juga diusung Gerindra. Tapi, saat diverifikasi di KPU Papua Barat, dukungan itu tak memenuhi syarat. Tapi, sekali pun Gerindra mengusungnya, total suaranya tetap tersedikit. Gerindra dalam Pemilu kursi DPR RI meraih 30.175 suara. Tambahan suara Gerindra membuat totalnya jadi 91.065.

Dari sisi ini, maka Stepanus-Ali paling berjaya. Raupan total suara Demokrat (143.869) dan Golkar (160.242), dua parpol yang mengusung mereka, mencapai 304.111.

Jumlah ini juga jauh meninggalkan total suara Dominggus-Muhammad sebanyak 172.737, hasil perolehan Nasdem (27.401), PDIP (89.334), PAN (45.242), dan PKPI (10.760)

Tapi, ini semua di atas kertas. Banyak contoh partai penguasa di suatu daerah hasil Pemilu legislatif, keok dalam Pilkada.

Jadi,siapa yang akan menang? Akankah yang unggul teritorial yang menang? Atau yang di atas kertas menang yang jadi jawara? Atau akan terjadi fenomena David versus Goliath?

Kata Ketua KPU Papua Barat, Amus Atkana, “Yang menang adalah rakyat.”

Selamat memilih.(***)