Begini Cerita Penugasan Satgas Pamrahwan di Pedalaman Wamena
Siap melaksanakan penugasan di daerah manapun. Itulah yang ditunjukkan oleh 95 anggota Satgas Pahrahwan Kipan C Yonif 752/VYS Manokwari.
Mereka pagi tadi tiba dengan KRI Banda Aceh di Dermaga AL Biriyosi.
Para pasukan TNI AD ini telah selesai melaksanakan pengamanan Pamrahwan Pembukaan Jalan Trans Papua di Wamena selama 9 bulan.
Tampak tak lelah, mereka dengan gagahnya turun berpakaian lengkap menggendong ransel dan menenteng senjata mereka. Di balik itu, ada beberapa cerita menarik selama penugasan.
Dankipan C 752/VYS, Lettu Inf Bambang Setyoadji kepada papuakini mengaku, banyak realita kehidupan yang ditemukan di sana.
Sarana pendidikan yang sangat minim, kesejahteraan sosial yang tidak diperhatikan dan juga sarana kesehatan yang sangat terbatas. Bahkan, lebih herannya bendera kita (Merah-Putih) tidak diketahui sebagian masyarakat di sana.
“Mereka tidak kenal bendera kita. Cara hormat bendera saja mereka tidak paham. Di sana, kita gunakan pendekatan teritorial, berikan pemahaman, pembelajaran agar pemahaman mereka bisa terbuka,” ujarnya.
Bahkan salah satu kesuksesan mereka adalah melaksanakan upacara 17 Agustus di Distrik Himbua. Upacara itu diikuti banyak warga setempat yang secara ikhlas menghadiri upacara. Bahkan, media massa baik cetak, online dan TV juga ikut mengekspos upacara tersebut.
“Yang dekat dengan warga disana baru Babinsa, Bhabinkamtibmas dan anggota Pamrahwan. Karena memang jalur ke sna baru pesawat subsidi untuk sampai di Wamena sebagai pusat kota,” ungkapnya.
Kata Bambang, jarak dari pusat kota Wamena sampai ke Distrik Mumugu mencapai 100 KM dengan suhu 4 derajat dan ketinggian 4000 kaki di atas permukaan laut.
“Saat jalan belum dibuka, perjalanan kaki bisa mencapai 15 hari. Sekarang sudah bisa menggunakan kendaraan dalam waktu 5 jam. Daerah pengamanan di sana sampai ke Mapenduma,” tuturnya, sembari mengatakan tugas pengamanan hanya berlangsung 9 bulan karena berkaitan dengan pisikologi.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Sarana komunikasi, kata dia, belum ada sama sekali. Signal tidak ada. Namun, untuk memberi semangat kepada anggota, dia mengijinkan anggotanya turun kota Wamena untuk sekadar berkomunikasi dengan anak istri dan saudara.
“Kita hidup di sana melawan dingin. Tapi itu bukan masalah buat prajurit seperti kami yang siap ditempatkan di mana saja. Tapi, pengamanan memang hanya 9 bulan agar tidak mengganggu pisikologi,” ucapnya.
Selama di sana, Bambang sangat bersyukur tidak pernah terjadi kontak senjata dengan kelompok separatis. Bukan takut, tapi itulah yang menjadi salah satu penekanan terhadap anggota Pamrahwan untuk berupaya tidak terjadi kontak senjata.
“Pendekatan kami teritorial. Alhamdulilah, dari tiba di sana, kita langsung menggalang kepala distrik, kepala suku dan masyarakat setempat. Alhamdulilah kehadiran kita diterima dengan baik oleh masyarakat,” ungkapnya.
Di sana, ada guru pendatang dan petugas kesehatan. Namun letak geografis membuat semua pelayanan tidak berjalan maksimal.
“Selain jaga keamanan kita juga menjaga stabilitas kehidupan masyarakat,” ungkapnya.
Bambang berharap dengan pembukaan jalan trans, kehidupan masyarakat di sana bisa membaik, kesejahteraan bisa meningkat, sarana pendidikan, kesehatan dan kesetaraan hidup bisa lebih baik. (Enjo)