Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Sangat Rendah, Masyarakat Papua Barat Rentan Terbujuk
Pernah diajak atau ditawari produk investasi dengan return atau pengembalian hasil investasi dengan tingkat yang tidak masuk akal? Jika ya, waspadalah, kemungkinan sangat besar itu adalah investasi bodong.
Ini terangkat dalam Workshop Wartawan Meningkatkan Sinergi Untuk Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan Masyarakat Papua Barat, sekaligus buka puasa bersama, di Business Center Swiss-Belhotel Manokwari, Kamis (15/6).
“Ciri utama investasi bodong itu tingkat return, atau hasil, atau bunga yang dijanjikan sangat tidak wajar, misalnya 10% per bulan, sementara yang resmi hanya 8% setahun. Itu sudah pasti bodong,” kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Papua dan Papua Barat, Misran Pasaribu, yang tampil sebagai narasumber utama dalam workshop yang digelar bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat diminta mewaspadai tawaran-tawaran investasi yang menjanjikan hasil sangat menggiurkan itu. Apalagi kasus seperti itu sudah terjadi Papua dengan ‘Wandermind,’ di mana pelakunya akhirnya divonis penjara 10 tahun setelah melenyapkan uang investor sekira Rp154 miliar.
“Talk Fusion juga illegal,” tegasnya dalam workshop familiar yang juga menghadirkan Kepala BEI Kantor Perwakilan Manokwari, M Wira Adibrata itu.
Pada 2016 lalu OJK membuktikan ada 91 investasi bodong di Indonesia. Hingga Juni 2017, OJK sudah menemukan 22 investasi bodong.
Daftar investasi mencurigakan yang masuk investor alert itu, beserta berbagai informasi lainnya terkait investasi, bisa diakses warga melalui situs khusus OJK dengan mengetikkan s.id/iapojk di komputer atau perangkat ponsel pintar. Masyarakat juga bisa menanyakan tentang investasi mencurigakan melalui nomor telepon 1500-655 atau melalui e-mail konsumen@ojk.go.id.
Salah satu penyebab masih maraknya korban yang tertipu dengan investasi bodong dikarenakan tingkat pemahaman masyarakat Indonesia umumnya masih rendah terhadap produk-produk investasi.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Kondisi seperti ini sangat rentan terjadi di Papua dan Papua Barat, yang tingkat literasi (pemahaman tentang pengelolaan) keuangan sangat rendah.
Papua Barat berada di urutan buncit dari 34 provinsi di Indonesia dengan indeks 19,27%, sedangkan Papua ‘lebih baik’ karena ada di urutan 32, alias dua strip di atas Papua Barat, dengan indeks 22,18%.
OJK sudah melakukan berbagai tindakan untuk mengedukasi masyarakat tentang hal tersebut, termasuk melalui kalangan kampus.
Kondisi serupa terjadi untuk inklusi keuangan (nasabah atau pengguna jasa keuangan). Di hal ini Papua Barat kembali berada di urutan terbawah dari 34 provinsi itu, dengan indeks inklusi keuangan 58,55%. Papua? Sama, dua strip di atas Papua Barat dengan 671,45%. Ini artinya, dari 100 orang di Papua Barat, baru 58 orang yang merupakan nasabah atau pengguna jasa keuangan.
“Tingkat rata-rata nasional adalah 67,82%,” jelas Misran.
Untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan itu, OJK berencana membentuk Tim Satgas Waspada Investasi di Papua Barat dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. Kedua tim itu sudah terbentuk di Papua.
Tim Satgas Waspada Investasi rencananya semester II 2017 dibentuk di Papua Barat. Tim ini terdiri dari, antara lain, OJK Kemenkop, Kemendag, dan BKPM. Tugasnya preventif dan represif pada investasi bodong,” ungkap Misran.
Begitu juga dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah.
“Di Papua ketuanya OJK dan Sekprov Papua. Tim ini tujuannya untuk membantu Pemda meningkatkan akses keuangan masyarakat pada lembaga-lembaga keuangan bank maupun non bank,” jelas Misran.
Sementara itu, Worskhop ini diwarnai dengan perayaan HUT dadakan seorang wartawati, Irsye, yang dilakukan usai buka puasa bersama. Misran terlibat aktif dalam prosesi ini. Bahkan Misran bersedia foto bersama dengan ‘gaya gaul’ bersama yang sedang HUT, serta memakan kue HUT.(dixie)