Mama-mama Papua merupakan salah satu ujung tombak ekonomi kerakyatan dalam meningkatkan perekonomian Orang Asli Papua (OAP) di Provinsi Papua Barat dewasa ini.

Karena itu, semua pihak, baik pemerintah lewat instansi terkait maupun para legislator, khususnya Fraksi Otonomi (Otsus), harus mendukung Mama-mama Papua.

Harapan tersebut diucapkan oleh Wakil Ketua Fraksi Otsus, Frida Kelasen kepada papuakini.co, saat menunjukkan hasil karya Mama-mama Papua dari Kota Sorong di Gedung DPR PB, Rabu (21/6).

“Ini adalah buah tangan Mama-mama dari Kota Sorong berupa 30 buah kotak tisu dengan harga 200 ribu per kotak. Sementara ini juga sedang dikerjakan tempat pensil yang mudah untuk dibawa kemana-mana,” jelasnya.

Menurut Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Provinsi Papua Barat itu, ide kegiatan ekonomi kerakyatan awalnya dimulai dari Raja Ampat, lalu dilanjutkan ke Kota Sorong.

“Selanjutnya kami akan adakan pendekatan berdasarkan wilayah,” bebernya.

Ia lalu menceritakan bahwa ketika mengadakan perjalanan dinas, selalu disempatkan waktu menjaring Mama-mama Papua untuk ikut terlibat di dalamnya.

“Modal awal dalam perjalanan tersebut kami sisihkan sedikit yang ada untuk dimulai kerajinan ini. Dan hasilnya hari ini bisa dibawa ke DPR PB. Di beberapa tempat kami sarankan untuk membentuk kelompok, supaya pembinaan dari pemerintah bisa terpusat lewat kelompok, bukan perorangan,” ucapnya.

“Kalau dibentuk kelompok dan diberi penyuluhan maka kami sangat yakin bahwa keriduan kami untuk memiliki koperasi perempuan Papua, yaitu punya ruko sendiri di Manokwari dan Sorong bisa terwujud,” sambung perempuan kelahiran Bokondini, 14 Februari 1969 itu.

Dia berencana akan menyambangi Mama-mama di Fak-Fak untuk pengolahan pala dan kue, Maybrat dengan hasil kacang-kacang, Raja Ampat dengan ikan dan kerang, Kota Sorong masih pendekatan di kepulauan dan pesisir berupa abon dan pentolan (bakso) ikan.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Ia kemudian mengingatkan bahwa kegiatan tersebut harus dimulai dari DPR, karena selalu dibicarakan mengenai ekonomi kerakyatan di UU Otsus.

Semua pembicaraan itu jangan sebatas di pasal atau regulasi semata, namun penting diaplikasikan atau diwujudkan.

Ketika Mama-mama Papua kesulitan mengakses dana Otsus, maka dicoba nomenklatur yang dekat dengan regulasi UU Otsus yaitu Pemuda Adat.

“Kami mengkoordinir mereka da membuat kerajinan tangan seperti bunga dari akar pohon,” terangnya.

Dia menekankan pemerintah harus mentransformasi banyak hal, misalnya budaya penyuluhan.

“Buat penyuluhan agar transformasi teknologi dan pertumbuhan ekonomi kreatif bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Terjun langsung ke masyarakat,” tegasnya.

“Mari mulai berkarya dan berkreasi dari apa yang kita bisa. Lakukan dengan memanfaatkan hal-hal indah di sekitar kita,” tandasnya.(jjm)