Konservasi alam di Papua sangat penting dilaksanakan pada level yang paling bawah yaitu masyarakat. Sebagaimana konservasi itu adalah untuk melanjutkan komitmen Internasional di dalam nasional.

Hal ini diungkapkan oleh Rektor Universitas Papua (Unipa) Dr. Jacob Manusawai lewat sambutannya dalam lokakarya pelatihan strategi pengurangan risiko terhadap bencana dan adaptasi iklim untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat terhadap bencana dan adaptasi iklim di Swiss-belhotel Manokwari, Rabu (2/8).

“Kita tahu bahwa konservasi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk dapat melestarikan alam. Karena itu untuk menjaga dan melindungi alam bahkan kita semua dari bencana, maka sebagai manusia yang hidup saling berdampingan harus menjadikan itu sebagai sebuah komitmen dan tanggungjawab dari kita dan untuk kita,” paparnya.

Senada dengan hal itu, Instruktur Lokakarya, Karl Kim, PhD Profesor dari Universitas Hawaii ikut menekankan bahwa sebuah pelatihan merupakan hal yang paling penting dalam mengatasi bencana ataupun perubahan iklim.

“Kami beruntung bisa bekerja sama dengan Universitas Papua karena bisa membantu dari segi penelitian, pembelajaran dan mentrasfer ilmu,” ucap Kim yang telah menyelesaikan gelar PhD di Insitute of Technologi from Massachusetts itu.

Ia menambahkan juga bahwa dalam pelatihan akan diadakan seminar, diskusi dan turun lapangan langsung dengan fokus pada tiga hal yaitu diskusi antara pembawa materi dengan peserta, peserta dengan peserta dan peserta dengan masyarakat.

“Mari kita belajar bersama, mencegah masalah besar. Dengan bersama kita bisa membangun dunia yang lebih tangguh,” pungkas Kim yang diterjemahkan langsung oleh penerjemahnya, Micah Fisher.

Di samping itu, sebagai Ketua penyelenggara lokakarya, Dr. Eng. Hendri mengatakan bahwa
lokakarya pengurangan resiko bencana (PRB) dan Adaptasi Perubahan Iklim (API) yang efektif membutuhkan peningkatan kapasitas masyarakat, pemerintah dan sektor usaha.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Dr. Eng. Hendri

“Untuk memahami dan melakukan upaya dalam mencegah ancaman bahaya bencana dan iklim, sangat penting untuk melakukan upaya perencanaan melalui kerjasama antar pemangku kepentingan seperti pejabat, pemerintah, pelaku usaha atau bisnis, masyarakat, LSM dan lainnya,” ucapnya.

Pantauan papuakini.copelatihan ini memberi kombinasi dari kerangka berpikir, latihan dan kerja kelompok serta analisis studi kasus yang bertujuan untuk mendukung pembelajaran bersama.

Kegiatan dimulai dari hari Rabu 2 Agustus – Senin 7 Agustus. Hari pertama adalah pembukaan, kedua mengenal kerangka penilaian kerentanan, ketiga penilaian kerentanan peribahan iklim dan persiapan, keempat pelaksaan penilaian kerentanan singkat, kelima mewujidkan pilihan-pilihan terkait API dan hari terakhir adalah turun lapangan.

Peserta pelatihan dari luar Manokwari berjumlah 10 orang, sedangkan dari Manokwari 45 Orang di antaranya dari Pemerintah 11 orang, BPBD 4, Sektor Swasta 14, NGO 6, Tokoh Adat dan Agama 6, Universitas Papua 4 orang.

Adapun turun lapangan nanti di 8 area di antaranya, Gunung Sayori, (Longsor),  kampung Merowi (Abrasi), Pulau Lemon (Kenaikan permukaan laut), kampung Soribo (kekeringan), kampung Tanimbar (banjir), TPA Sampah Arfai (sampah dan pencemaran), kampung Warmesa (tsunami) dan kampung kali merah di SP 5 (perubahan pola sungai). (jjm)