Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan signifikan jumlah orang Papua yang beralih profesi menjadi pengusaha. Namun masih sangat sedikit pengusaha asli Papua yang mau menekuni usaha di bidang ekonomi kreatif.
Para pengusaha asli Papua lebih banyak bergerak di bidang kontruksi infrastruktur, pengadaan barang dan jasa. Walhasil, pendapatan mereka sangat bergantung jumlah paket pekerjaan yang dikerjakan.
Di sini Viktor J. May tampil beda. Politisi muda Partai Golkar itu saat ini menekuni usaha ekonomi kreatif dengan berbisnis peternakan ayam petelur.
Bisnisnya itu ada di Kampung Aimasi, Distrik Prafi. Usaha ini mulai ditekuni olehnya semenjak beberapa waktu lalu. Saat ini dia sudah memiliki 2500 sampai 5000 ekor ayam petelur.
Kepada Papuakini.co di Sekretariat DPP Partai Golkar di Jakarta, dia mengaku awalnya tidak mengetahui bagaimana cara beternak ayam petelur. Namun setelah banyak.membaca dan melakukan studi banding di beberapa tempat, May akhirnya mengetahui cara beternak ayam petelur yang benar.
May menerangkan empat bulan awal berbisnis ayam petelur merupakan masa yang sangat berat sekaligus padat modal. Makum, di masa itu ayam harus dirawat ekstra ketat untuk mencapai usia mulai ‘belajar’ bertelur.
Di bulan kelima, kerja keras, tekun, dan cerdasnya mulai membuahkan hasil. Ayam-ayamnya mulai rutin bertelur setiap hari.
“Kita saat ini sudah produksi, kami sudah edarkan di banyak toko besar di Manokwari seperti Hadi Supermarket, Orchid, Jaya Mandiri, Bandang. Walau harganya lebih mahal dari telur yang dipasok dari luar Papua, telur kami selalu habis. Karena telur kami fresh (baru) sehingga cocok untuk konsumsi dan bahan membuat kue,” tutur pria yang Korwil Partai Golkar Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat ini.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Jumlah telur yang diproduksi oleh peternakan milik May, saat ini masih belum bisa menjawab keseluruhan kebutuhan telur di Papua Barat khususnya di Manokwari. Oleh karena itu, dia berharap ke depan bisa menambah jumlah ayam petelur mencapai 50 ribu ayam.
“Manokwari saat ini hanya mampu memproduksi sekira 10 persen dari total kebutuhan telur yang sekira 50 ribu butir per hari. Sisanya didatangkan dari daerah luar Papua,” jelas pria yang selalu membawa buku referensi tentang beternak ayam petelur di tasnya itu.
Dia berharap apa yang dilakukannya bisa memotivasi dan mendorong generasi muda Papua lainnya untuk menerjuni bisnis yang bisa membantu memenuhi setidaknya kebutuhan lokal Papua saat ini, sekaligus mengurangi ketergantungan pasokan bahan-bahan pokok dari luar daerah.[WaWi]