Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari terpanggil dengan visi menjadi perguruan tinggi yang turut berperan dalam memberi Perlindungan, Penghormatan dan Pemberdayaan (3P) orang asli Papua.

“Dalam konteks itu, ketika kita berbicara tentang perlindungan bahwa kita adalah masyarakat adat, maka apa yang harus kita banggakan di Papua ini,” tanya Ketua STIH Manokwari, Filep Wamafma,SH,M.Hum,CLA saat bertatap muka dengan papuakini.co di Manokwari, Senin, (11/9).

Dalam membuka seminar yang bertemakan kedudukan hak-hak masyarakat adat di Papua ditinjau dari hukum kearifan lokal, nasional dan internasional tersebut, Filep menjelaskan bahwa kalau yang dibanggakan adalah pembangunan sarana dan prasarana, tetapi tidak bekerja dan membangun dari sisi adat budaya, maka kita akan kehilangan sejarah sepanjang hayat.

Karena itu dalam seminar yang dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, dalam hal ini komunitas adat di Manokwari, untuk lebih memahami dan mengerti tentang kedudukan hukum adat itu.

“Kami menghadirkan narasumber penting yang hadir di sini sehingga masyarakat juga tahu bahwa kedudukan hukumnya itu tidak hanya sebagai komunal saja di daerah, tetapi juga menjadi bagian secara keseluruhan termasuk nasional dan internasional. Kita juga mengambil nilai kearifan lokal itu untuk menjadi sumber penyelesaian persoalan di Papua,” ujar pria yang menyelesaikan S2 di Universitas Atma Jaya Yogjakarta itu.

Adapun persoalan seperti tanah, perzinahan, perselingkuhan dan masalah-masalah yang bersifatnya perdata, akhir-akhir ini proses hukumnya ke pengadilan hukum positif ada, tetapi Kemudian meninggalkan persoalan yang panjang.

“Karena itu alangkah baiknya kita bisa mengangkat hukum kearifan lokal untuk menjadi sumber hukum penyelesaian perkara-perkara adat atau perkara-perkara di masyarakat,” ajak Filep yang pernah menjadi ketua penelitian hak-hak hukum masyarakat adat Papua tersebut.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Dengan demikian, output ini adalah ingin mendorong kepada pemerintah untuk sudah seharusnya ada regulasi tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat

Lanjut Filep, perubahan-perubahan sosial masyarakat adat Papua sangat cepat, sedangkan tingkat penyesuaian diri terhadap perubahan sosial tidak mampu dihadapi. Oleh karena itu tidak ada cara lain selain harus berikan proteksi kepada keberlanjutan kehidupan masyarakat adat.

“Kita berharap pemerintah yang hadir juga bisa memahami itu. Semakin banyak orang mengetahui tentang hukum adat, maka sangat mudah untuk menunjang pembangunan di Provinsi Papua Barat,” tandas pria kelahiran Biak, 14 Juni 1978 itu.

Turut tampil sebagai pembicara dalam seminar itu Prof. Dr. Jawahir Thontowi, SH,PH.D, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan instansi terkait.(jjm)