Eksekusi tanah dan bangunan Haji Sattas Gading tertunda karena dihalang ratusan orang Aksi itu membuat rombongan Jurusita PN Sorong yang dipimpin Panitera Abdul Kadir Rumodar SH tak bisa melaksanakan tugasnya, Selasa (26/9).

Setelah berdialog dengan para penghadang, disepakati eksekusi ditunda hingga 20 Oktober mendatang. Penundaan tersebut disepakati dan dituangkan dalam surat pernyataan bersama antara Haji Sattas Gading dengan kuasa hukum Liliani Tandriani, Liston Simorangkir SH, disaksikan Panitera PN Sorong, Kapolres Sorong Kota, anggota DPRD Kota Sorong, dan perwakilan lembaga Malamoi.

Haji Sattas Gading mengatakan ada ketidaktelitian yang dilakukan pengadilan, dimana ketika perkara telah disidangkan tidak pernah dilakukan pengukuran. Pemeriksaan setempat pun tidak dilakukan.

Selain itu, perwakilan dari lembaga adat Malamoi meminta Kepolisian Resort Sorong Kota dan Pengadilan Negeri Sorong agar memperlakukan pihak yang dieksekusi dengan manusiawi.

Penundaan juga dilontarkan anggota DPRD Kota Sorong, Sarif Nari SH. “Tolong dengarkan aspirasi masyarakat. Saya meminta tunda, bukan untuk tidak boleh eksekusi Penggugat dan tergugat merupakan masyarakat.Tolong berikan kesempatan untuk dilakukan mediasi agar kita mendapat soluai terbaik,” papar Sarif.

Menanggapi itu, Rumodar mengatakan apa yang dilakukan PN merupakan perintah Undang-Undang. PN tidak bisa melakukan penundaan tanpa ada alasan yang jelas. “Kalaupun ditunda ada perintah dari Ketua PN Sorong atas saran dari Kapolres Sorong Kota,” jelas Rumodar.

Dia juga mengatakan mediasi sudah selesai sebelum persidangan. Ketika persidangan sudah berjalan sudah ada putusan tingkat pertama hingga kasasi yang dimenangkan oleh penggugat Liliani Tandriani.

“Jika dikatakan bahwa objek yang sekarang mau dieksekusi merupakan tanah milik Telkom, itu anggapan keliru. Yang diajukan PT Telkom itu perkara lain. Tidak sama.
Kalau kita tidak melakukan eksekusi, maka kita yang harus bertanggung jawab,” tuturnya.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Dia lalu menegaskan Pengadilan tidak membeda-bedakan berdasarkan golongan dalam memutus perkara. “Pengadilan ini serba salah, kita putus menang dikatakan bagus. Sebaliknya jika kita putus kalah yang ada kita dicaci maki” tandas Rumodar.(deo)