Beberapa hari belakangan ini Kota Kaimana Papua Barat, digemparkan dengan beredarnya informasi terkait penyakit Frambusia yang menjangkiti sebagian besar warga kampung di Distrik Yamor.

“Hampir sebagian besar warga di Distrik Yamor mengidap penyakit Frambusia. Enam diantaranya sudah dalam stadium yang berat, sementara lainnya masih dalam kategori stadium satu. Keenam orang ini berasal dari kampung Urubika,” kata seorang petugas kesehatan yang minta namanya tak dipublikasikan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana Arifin Sirfefa, S.Kes, M.Kes saat dikonfirmasi wartawan papuakinico Rabu (27/9) mengatakan, dirinya telah menerima laporan terkait penyebaran penyakit Frambusia di Distrik Yamor itu.

“Kami sudah terima laporanya dan langsung melakukan langkah-langkah pengobatan. Saya juga telah memerintahkan petugas saya di sana untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang apa itu penyakit Frambusia, dan bagaimana cara penyebarannya,” tutur Sirfefa.

Dijelaskannya Frambusia adalah salah satu penyakit kuno yang sudah diderita oleh masyarakat pada jaman dulu, sehingga pada jaman modern seperti ini harusnya sudah tidak ada lagi.

Menurutnya, penyakit ini muncul di tengah masyarakat Yamor karena faktor kurangnya pemahaman masyarakat tentang cara penyakit tersebut menular. Oleh sebab itu, sosialisasi menjadi bagian penting yang harus dilakukan.

“Flambusia pernah menyerang masyarakat di Kampung Lobo, tetapi akhirnya bisa diatasi setelah kami memberikan penanganan medis berupa suntikan obat,” jelasnya.

Langkah pencegahannya, menurut Sirfefa, tidaklah sulit. Cukup dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, tidak bergantian menggunakan pakaian dan handuk dengan penderita, hindari kontak langsung dengan luka penderita, serta segera melaporkan diri untuk mendapatkan pengobatan.

Frambusia atau patek adalah jenis penyakit kulit yang mudah menular. Gejala awalnya ditandai dengan timbulnya bintil-bintil kecil pada kulit yang akan merekah dan mengeluarkan nanah.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Pada stadium pertama, timbul tonjolan padat di permukaan kulit yang biasanya mengeluarkan cairan berwarna kuning cokelat. Cairan ini lama kelamaan akan mengering di permukaan kulit, lalu membuat kelenjar getah bening membesar, sehingga penderita merasa panas dingin dan sakit kepala.

Pada stadium dua, induk patek hilang sendiri dan selanjutnya timbul tonjolan padat tetapi lebih kecil dan tersebar di seluruh tubuh. Permukaan tonjolan-tonjolan ini ditutupi oleh cairan yang sudah mengering berwarna kuning kecokelatan.

Sementara stadium tiga, merupakan stadium perusak karena menyerang kulit, tulang, dan sendi seperti tulang-tulang panjang dan tulang rawan hidung.(cpk3)