Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Papua Barat mengecam dan mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan terhadap Flora Batlayeri, jurnalis Kompas TV Sorong, saat meliput acara Kreatif Anak Muda Hip Hop & Dancer di Gedung Olahraga Kota Sorong, Sabtu (4/11) pekan lalu.

“Kami menilai ada dua peristiwa hukum yang terjadi. Penganiayaan adalah delik umum yang legal standingnya berada pada korban langsung bukan pada perusahaan,” ujar Ketua IJTI Pengda Papua Barat, Chanry Andrew Suripatty melalui siaran persnya, Senin (6/11).

Atas kejadian tersebut, saat ini yang bersangkutan mengalami trauma akibat ditarik kerah bajunya oleh salah seorang oknum pelaku, dan kemudian isi rekaman liputannya dipaksa untuk dihapus oleh seorang oknum pengurus sanggar.

Kejadian tersebut terjadi saat adanya keributan di dalam GOR tempat kegiatan berlangsung. Flora yang merekam keributan itu didatangi oleh beberapa orang wanita. Salah satu di antaranya meminta dengan nada ancaman untuk menghapus rekaman liputannya.

Menurur Chandry, ini adalah menghalang-halangi kerja media sebagaimana diancam Pasal 18 ayat 1 UU Pers. Hal ini mengacu pada Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 yang legal standing-nya ada pada perusahaan pers.

“Sebagai Ketua IJTI Pengda Papua Barat, kami mengimbau semua pihak agar menghormati profesi jurnalis yang dilindungi undang-undang. Kami juga mengecam dan mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum salah satu sanggar tari di Kota Sorong terhadap Flora Batlayeri, jurnalis Kompas TV Sorong,” tegasnya.

Sebelumnya, reporter Kompas TV Sorong Flora Batlayeri mengaku menjadi korban kekerasan saat meliput acara Kreatif Anak Muda Hip Hop & Dancer, di Gedung Olah Raga Kota Sorong, Sabtu pekan lalu.

Sementara itu, pihak Kompas TV Sorong, Rian J Winarta, membenarkan adanya aksi intimidasi terhadap rekannya.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Menurutnya, kejadian tersebut merupakan pembelajaran penting bagi tim liputan Kompas TV Sorong dalam melakukan liputan.(wil)