Pangdam XVIII/Kasuari, Mayjen Joppye Onesimus Wayangkau, membeberkan alasan masuk tentara harus memenuhi standar, terutama jasmani dan kesehatan.
Ini disampaikan Pangdam dalam pertemuan dengan tokoh agama Kristen Potestan dan Katolik di aula Kodam Kasuari, Selasa (13/2).
Dijelaskan Pangdam, prajurit TNI harus memiliki tinggi badan minimal 165 cm karena atribut baik itu pakaian, tas ransel dan senjata ada ukuran standar yang tidak bisa diubah.
“Jika tingginya hanya 159 cm, bagaimana dia menggendong tas ransel yang panjangnya sekira 60-70 cm? Bagaimana dia memegang senjata yang panjangnya 120 cm?” ucap Pangdam.
Prajurit TNI tidak boleh buta warna atau tidak bisa membedakan satu warna dengan warna lainnya. Dalam peralatan militer, ada berbagai alat dan bahan yang memiliki warna berbeda-beda, dan sangat fatal jika prajurit tidak bisa membedakan warna.
“Bayangkan kalau saat latihan militer, ada kabel penghubung alat peledak. Ketika diminta gunting kabel merah dia malah menggunting kabel biru yang mengakibatkan ledakan. Atau, saat latihan terjun payung, dia bukan menarik tali merah justru tali biru. Ini sangat bahaya, makanya tidak boleh buta warna,” ungkap Pangdam.
Soal kesehatan, salah satunya tulang belakang tidak boleh miring. Meski secara kesehatan terlihat sehat, namun miringnya tulang belakang sangat berpengaruh terhadap jalannya latihan.
“Ketika latihan militer dimulai, prajurit akan menggendong tas ransel yang diisi pasir seberat 23 kg. Tas itu dipikul selama latihan berlangsung. Bayangkan, empat bulan kemudian, saya pastikan dia langsung masuk rumah sakit,” ujar Pangdam.
Sama halnya dengan standar lainnya seperti tidak boleh mengkonsumsi miras, tidak boleh rabun dan beberapa persyarayan jasmani/kesehatan lainnya.
Untuk itu, Pangdam meminta pihak gereja terlibat dalam pembentukan karakter anak anak, sehingga ke depannya, keinginannya untuk merekrut sebanyak-banyaknya anak Papua sebagai prajurit TNI bisa terpenuhi.(njo)
Click here to preview your posts with PRO themes ››