8 Bulan Ada 2346 Kasus Malaria di Manokwari

Dalam delapan bulan di 2018 ini ada 2346 kasus malaria terdata di Manokwari. Prevalensi tertinggi ada di Puskesmas Sanggeng dan Amban.

Ini diungkapkan Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinkes Papua Barat, Petrus Hodyo SSos, saat membuka sosialisasi hasil analisa vektor dan program pengendalian malaria Kabupaten Manokwari, Kamis (23/8).

Untuk itu, sejalan dengan pencanangan Gubernur Dominggus Mandacan bahwa Papua Barat bebas malaria pada tahun 2023, instansinya melakukan beberapa program.

Kepala Saksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Edi Sunandar menambahkan, dari 1269 dari 2346 kasus di Manokwari itu terjadi di Puskesmas Sanggeng.

“Amban 234 kasus, Masni 221 kasus, Prafi, 202 kasus, Maripi 181 kasus dan sisanya tersebar di beberapa puskesmas lainnya,” ungkapnya.

Dinkes akan menurunkan tim bela (bersih malaria) kampung untuk 13 titik di Manokwari di akhir Agustus ini. Tim akan melakukan screening massal sampel darah warga dan penyemprotan untuk membunuh nyamuk pembawa malaria di 10.000 rumah.

Penyemprotan itu menurutnya sangat penting dibanding fogging atau pengasapan. Nyamuk akan muncul kembali usai foging, sedangkan penyemprotan akan bertahan di dinding selama enam bulan.

Dia berharap upaya pemerintah ini didukung masyarakat dengan menerima tim Bela Kampung yang akan turun di masing-masing wilayah.

Dia kemudian menyatakan warga terkadang tidak serius minum obat yang diberikan dokter. Padahal, parasit malaria yang bersembunyi dalam hati manusia akan mati jika rutin minum obat selama 14 hari.

Terkait tak adanya kasus malaria di Pegaf, Edi menyatakan karena dinginnya cuaca di sana yang memperpendek siklus hidup nyamuk malaria.

“Siklus hidup nyamuk itu 7-13 hari, mulai dari telur pada 1-2 hari, jentik 8-10 hari, pupa 1-2 hari dan kemudian menjadi nyamuk. Ketika suhu dingin, umur nyamuk pendek. Mereka akan punah,” tandasnya.(njo)