Biro Hukum Samakan Persepsi Prosedur Produk Hukum Daerah

Biro Hukum Pemprov Papua Barat menyamakan persepsi dan pemahaman prosedur penerbitan produk hukum daerah (PHD) bersama bagian hukum dan perundangan sekretariat DPRD se Papua Barat di Wasior, Teluk Wondama, 8-9 April 2019 lalu.

“Agar kita semua paham mekanisme dan prosedur penerbitan produk hukum daerah, seperti perda, perdasus, pergub, keputusan gubernur, bupati dan walikota, peraturan DPRD, keputusan DPRD,” ujar Kepala Biro Hukum Papua Barat, Roberth Hammar, Kamis (11/4/2019).

Prosedur baku soal itu ada di Permendagri No 120/2018 tentang Pembentukan PHD, yang mengubah Permendagri 80/2015. Tapi, menurutnya, masih banyak OPD internal apalagi eksternal, yang kurang paham prosedurnya.

“Yang paling krusial di aturan itu adalah terkait Perdasus dan Perdasi, Pergub yang wajib difasilitasi di (biro) PHD (Ditjen Otda Kemendagri) di Jakarta,” tuturnya.

Kekurangan pemahaman ini lah yang kerap menimbulkan pertanyaan kenapa lama sekali penerbitan Perdasus, Perdasi atau Pergub.

Setiap Perdasi dan Perdasus wajib ada naskah akademik. Bukan sekadar disusun, tapi benar-benar dikaji oleh yang punya keahlian di bidangnya sesuai PHD yang diajukan. Keahlian itu pasti ada di kampus, juga ada di LSM dan organisasi profesi lainnya, yang bisa dikerjasamakan atau dipihakketigakan.

Jika yang diajukan OPD adalah peraturan daerah atau peraturan gubernur, maka OPD  wajib membentuk panitia tingkat OPD yang ketuanya secara ex officio kepala instansi bersangkutan.

Dari OPD, setelah draft jadi, disampaikan ke Gubernur dengan penjelasan urgensi kenapa hal itu diajukan. “Jika diterima, maka kepala timnya Sekda dengan sekretarisnya Kepala Biro Hukum secara ex officio. Prosedur ini sama di kabupaten/kota,” jelasnya.

Tahap selanjutnya harmonisasi masing-masing OPD ke biro atau bagian hukum untuk pembahasan bersama dengan mengundang instansi-instansi kompeten.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

“Kalau perda tentang pendidikan, berarti dinas pendidikan, diklat, organisasi-organisasi pendidikan, yayasan-yayasan pendidikan untuk beri masukan dan lihat substansi dan teknik penyusunan peraturannya atau legal drafting. Itu namanya harmonisasi,” ungkapnya

Sesudah itu diajukan ke DPRD untuk diagendakan lalu dibahas di tingkat 1 dan 2. “Tingkat 1 itu pemandangan umum fraksi sampai pembahasan. Tingkat 2 itu sudah mulai persetujuan,” ungkapnya.

Jika yang dibahas adalah Perdasus, maka sebelum keputusan final untuk difasilitasi di Jakarta, harus meminta pertimbangan dan persetujuan MRPB dari sisi kultur dan keberpihakan.

Saat Perdasus sampai di Ditjen Otda harus melalui Biro Otsus. Selesai di Biro Otsus, masuk ke Biro PHD. Kalau terkait pajak, retribusi, keuangan harus melalui Biro Keuangan.

Setelah beres semua, Perdasus dikembalikan ke daerah. Daerah kemudian menyusun untuk menyampaikan kembali ke Jakarta untuk diverifikasi. Setelah terverifikasi keluar nomor registrasi dari pusat ke provinsi untuk penerbitan Perdasus.

“Jadi memang tidak mudah. Prosedurnya seperti itu. Proses serupa sama (untuk pengajuan PHD) dari kabupaten ke provinsi,” tandasnya.(an/dixie)