Dari UU Otsus 'Setengah Hati' Sampai Hilangnya Kepercayaan Orang Papua pada Pemimpin Papua

Penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus ‘setengah hati’ sampai hilangnya kepercayaan orang Papua pada orang Papua sendiri merupakan dua hal menonjol dalam Diskusi dan Deklarasi Anti Diskriminasi Ras dan Etnis Papua yang digelar di Gedung Joang ’45, Menteng, Jakarta, Senin (16/09/2019).

Soal Otsus ini banyak dikatakan Jimmy D Idji. Anggota DPR RI Dapil Papua Barat dua periode ini menegaskan UU Otsus harus diperbaiki, karena banyak diatur dengan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), sementara banyak Raperdasus yang rontok di Kemendagri karena bertentangan dengan UU lain.

Jimmy juga mengatakan aksi anarkis yang melanda Papua Barat dan Papua tepat sebulan lalu, 16 Agustus 2019, menandakan kemarahan orang Papua pada pemerintah pusat dan sesama orang Papua yang jadi pemimpin.

Dari UU Otsus 'Setengah Hati' Sampai Hilangnya Kepercayaan Orang Papua pada Pemimpin Papua
Para panelis dan moderator Diskusi dan Deklarasi Anti Diskriminasi Ras dan Etnis Papua yang digelar di Gedung Joang ’45, Menteng, Jakarta, 16 September 2019.

Buktinya, kata Jimmy dalam diskusi yang dimoderatori Victor Juventus G May itu, adalah perusakan dan pembakaran kantor-kantor milik pemerintah yang pemimpinnya adalah orang Papua sendiri.

Pembicara lainnya dalam diskusi yang mengusung tagar #MerawatPapua itu, Willem Wandik, menegaskan bahwa kondisi Papua saat ini tidak baik-baik saja.

“Masyarakat rindukan kemerdekaan hakiki sesuai tujuan kemerdekaan RI. Tidak boleh ada Orang Asli Papua mati sia-sia dengan alasan apapun,” tegas anggota DPR RI dua periode dari dapil Papua dalam diskusi dari sore sampai malam itu.

Dia juga menegaskan pemerintah pusat masih sangat sentralistik. Contohnya adalah penempatan personil tanpa input dari pemerintah daerah setempat.

Dari UU Otsus 'Setengah Hati' Sampai Hilangnya Kepercayaan Orang Papua pada Pemimpin Papua
Peserta Diskusi dan Deklarasi Anti Diskriminasi Ras dan Etnis Papua yang digelar di Gedung Joang ’45, Menteng, Jakarta, 16 September 2019.

Penempatan personil tambahan itu juga jadi bahasan Yorrys Raweyai. Tokoh senior Tanah Papua itu menegaskan mengirim pasukan berlebihan untuk bikin situasi kondusif itu keliru.

Keamanan ‘semu’ itu terjadi karena ada pengamanan ekstra, sedangkan rasa aman mestinya muncul dari dalam diri pribadi orang Papua.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Yorrys yang terpilih jadi senator DPD RI 2019-2024 dari dapil Papua itu lalu menekankan soal eksodus pelajar Tanah Papua dari berbagai kota di Indonesia yang dinilainya sangat membahayakan perkembangan SDM Papua ke depan.

Dia lalu mengimbau pelajar asal Tanah Papua yang hadir dalam diskusi untuk membentuk semacam lembaga, atau komunitas dengan rencana aksi jangka pendek, menengah dan panjang.

Jangka pendeknya mereka bisa menginventarisir semua kampus dan asrama Papua, lalu bangun komunikasi agar mereka kembali ke sekolah dan perguruan tinggi masing-masing.

“Ingat, kalian calon-calon pemimpin bangsa ini, khususnya di Tanah Papua,” tutur Yorrys dalam diskusi yang dihadiri ratusan peserta tersebut.

Dari UU Otsus 'Setengah Hati' Sampai Hilangnya Kepercayaan Orang Papua pada Pemimpin Papua
Peserta Diskusi dan Deklarasi Anti Diskriminasi Ras dan Etnis Papua yang digelar di Gedung Joang ’45, Menteng, Jakarta, 16 September 2019.

Selain mereka, diskusi juga menghadirkan komisioner Komnas HAM, Amirudin Al Rahab. Dia mengatakan komisi itu siap menangani persoalan ini jika diberi kepercayaan.

Dia juga mengatakan Komnas HAM mendorong tindakan hukum pada pelaku insiden Surabaya, dan bagaimana kondisi bisa dipulihkan seperti sedia kala.

Satu hal sama dari keempat pembicara ini adalah masalah kepercayaan. Mereka sama-sama menekankan pemerintah harus bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat Tanah Papua.

Untuk itu, butuh kerjasama semua unsur masyarakat dengan mengedepankan kearifan lokal.(dixie)