Oleh:
Victor Juventus Gozalves May MP
Kepemimpinan Organisasi Partai GOLKAR pada tingkat Provinsi adalah Dewan Pimpinan Daerah Provinsi yang dipimpin oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai GOLKAR Provinsi.
Ketua DPD Provinsi memperoleh kekuasaan dari Musyawarah Daerah Provinsi, dan menjalankan organisasi sesuai ketentuan hukum partai GOLKAR.
Ketentuan hukum dalam tubuh Partai GOLKAR secara hierarkis adalah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sebagai hukum tertinggi organisasi.
AD/ART partai GOLKAR menetapkan tenggat waktu pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda Provinsi) yaitu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Munas [pasal 40 ayat (2) huruf c].
Berdasar ketentuan ini maka 8 Maret 2020 adalah batas akhir pelaksanaan Musda Provinsi.
Seperti diketahui, di tahun 2020 ini terjadi bencana non alam Covid-19, yang kemudian juga berdampak terhadap organisasi partai GOLKAR, salah satunya maklumat Kapolri yang melarang kegiatan seperti musyawarah.
Merespon perkembangan situasi nasional, DPP sebagai badan pelaksana tertinggi partai menunda pelaksanaan Musda Provinsi dan memberikan perpanjangan penugasan pengurus DPD Provinsi, Kabupaten/Kota.
Setelah maklumat Kapolri nomor: Mak/02/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 tentang kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan penyebaran virus Covid-19 resmi dicabut, DPP kemudian menginstruksikan kepada DPD Partai GOLKAR Provinsi agar Musda Provinsi digelar paling lambat tanggal 31 Juli 2020 (instruksi DPP nomor:SI-3/GOLKAR/VII/2020).
Batas akhir pelaksanaan Musda Provinsi dari sisi masa jabatan pengurus adalah batas akhir penugasan pengurus hasil Musda sebelumnya.
Dalam kasus Papua Barat, Ketua terpilih sebagai mandataris musda (elected official) beserta personalia pengurus yang dibentuknya (appointed official) hasil Musda II 2016 memangku jabatan sampai dengan batas waktu yang ditentukan peraturan Partai GOLKAR, yaitu paling lambat 31 Juli 2020.
Olehnya itu jika sampai dengan 31 Juli 2020 DPD Partai GOLKAR Provinsi Papua Barat tidak dapat melaksanakan Musda, maka secara otomatis kepemimpinan Rudi Timisela sebagai Ketua terpilih hasil musda II beserta pengurus yang dibentuknya menjadi berakhir.
Karena telah berakhir maka tidak lagi memiliki hak, kewajiban, dan wewenang sebagai Ketua dan Pengurus DPD Partai GOLKAR Provinsi Papua Barat.
Perihal ini menjadi penting dikarenakan pertama, organisasi partai GOLKAR sebagai sebuah badan hukum haruslah menjunjungtinggi dan menjamin kepastian hukum, yaitu menjamin hukum dalam Partai dijalankan sebagaimana yang tertulis.
Kedua, jika ketua dan pengurus yang menurut hukum partai GOLKAR telah berakhir masa jabatannya dan tetap mengaku dan menggelar musda maka sangat potensial berakhir pada perselisihan hukum baik mengenai hasilnya maupun legalitas penyelenggaranya.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Atas situasi ini saya berkeyakinan bahwa DPP di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto sangat paham situasi sosial politik partai di Provinsi Papua Barat.
Ketua Umum juga memiliki segudang referensi tentang bagaimana mengatasi gejolak politik di Papua Barat baik yang potensial maupun yang sudah nyata terjadi. Karenanya saya yakin Ketua Umum akan menggunakan kewenangannya sebagai mandataris Munas, badan pelaksana tertinggi partai GOLKAR, untuk mengambil tindakan yang dipandang perlu demi menjaga soliditas kader di Papua Barat, yaitu mengambil alih wewenang pelaksanaan Musda.
Berdasar pengalaman saya sebagai Ketua DPP hal semacam ini lazim terjadi, DPP take over untuk menjaga soliditas dan stabilitas, apalagi arah kebijakan Ketua Umum musyawarah mufakat.
Beliau terpilih secara aklamasi hasil musyawarah mufakat, tanpa ada gejolak dan perpecahan, dan sejauh ini sudah tercermin di hampir seluruh Musda Provinsi.
Posisi 01 di GOLKAR Papua Barat yang akan dipilih dalam musda mengerucut ke dua kandidat yaitu Walikota Sorong Drs EC Lamberthus Jitmau dan calon petahana Mozes Rudy Frans Timisela ST.(***)
Penulis adalah Ketua DPD AMPI Provinsi Papua Barat (2018-2023), Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu Papua Barat Partai GOLKAR (2017-2019)