Oleh:
Johanes Romualdes, B.Sc., S.Pd.
Educator di Santa Laurensia Alam Sutera
Sebagai makhluk sosial, setiap insan pasti merindukan adanya komunikasi dengan orang lain dan terjalinnya relasi yang baik dalam segala sisi di kehidupan sehari-hari. Tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Sebagai pihak yang turut andil dalam melahirkan makhluk yang bijaksana, guru diharapkan mampu untuk menerapkan kemampuan membangun relasi yang baik dengan murid-muridnya. Lalu, apa pentingnya membangun relasi dengan siswa?
Guru perlu memahami bahwa hubungannya dengan murid-murid di kelas selayaknya seperti sebuah keluarga. Keluarga yang harmonis ialah ketika setiap anggota keluarga mengenal dengan sangat dalam perihal karakter dan keunikan dari tiap anggota keluarga yang lain. Dengan mengenal karakter dari masing-masing anggota keluarga, kita bisa memahami cara yang tepat dan bijak dalam meresponi setiap tindakan mereka. Orangtua yang mengenal keunikan anak-anak mereka pasti akan mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk mendukung tumbuh kembang mereka hingga dewasa. Pengenalan yang baik antar anggota keluarga serta terciptanya komunikasi yang baik di dalam sebuah keluarga akan membangun rasa percaya dan hormat yang tinggi.
Hal yang sama juga perlu untuk dipraktekkan oleh guru di kelas. Di tiga bulan pertama dari tahun akademik yang baru, guru diharapkan dapat mengobservasi setiap murid yang ia miliki di kelas melalui setiap tingkah laku dan respon yang mereka tunjukkan selama kegiatan belajar berlangsung. Bagi guru yang juga berperan sebagai wali kelas, mereka memiliki banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas ini dibandingkan dengan guru mata pelajaran tertentu. Pada bulan pertama saya mengajar sebagai guru profesional, saya tidak memahami seutuhnya mengenai kegunaan dari formulir “Getting to Know You” yang diisi dan dikumpulkan oleh orangtua murid kepada saya. Menginjak pertengahan semester pertama, saya baru menyadari bahwa deskripsi yang dituliskan oleh orangtua pada formulir tersebut mengenai keunikan anak mereka sangat membantu saya dalam menyusun denah tempat duduk siswa. Terdengar sepele namun sangat mempengaruhi kinerja belajar siswa terutama bagi yang memiliki daya penglihatan kurang atau sangat suka berinteraksi dengan siswa disekitarnya. Menempatkan mereka pada posisi tempat duduk yang terlihat oleh saya saat mengajar menciptakan kondisi kelas yang kondusif.
Lunch-date yang sering saya lakukan secara berkala dengan murid-murid sangat membantu saya untuk mengenal kelebihan dan kelemahan siswa. Kegiatan ini sesungguhnya dapat membangun rasa percaya dari siswa terhadap guru. Melalui interaksi saat makan siang bersama, siswa akan menaruh pemahaman dalam pikiran mereka bahwa guru yang mengajarnya ialah pribadi yang rindu untuk mengenal dan mendukung mereka, bukan seorang pribadi yang terpisah karena perbedaan tanggung jawab yang dimiliki antar pihak. Memahami keunikan mereka setiap hari di kelas sangatlah membantu saya dalam memberi respon yang tepat atas setiap perbuatan mereka di kelas. Guru harus menunjukkan respon yang berbeda saat menegur siswa yang berkarakter sangat emosional dan kepada siswa yang hanya biasa saja dalam berespon. Perbincangan empat mata dalam kondisi yang tenang adalah faktor pendukung yang amat baik saat saya meresponi kenakalan siswa saya yang sangat emosional. Guru juga perlu memahami cara pendekatan yang tepat bagi siswa yang pemalu dan jarang untuk berpendapat saat diskusi kelas. Menghilangkan rasa kompetitif di kelas dengan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk menjawab, diiringi dengan pemberian encouragement bagi setiap siswa ialah trik yang sangat manjur yang sering saya lakukan di kelas untuk membangun rasa percaya diri siswa agar bisa menampilkan performa yang lebih baik di kelas.Jalinan relasi yang baik dengan siswa membantu saya untuk berespon dengan lebih bijaksana terhadap karakter yang bervariasi, yang dimiliki oleh tiap siswa.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Para ahli pendidikan pun setuju bahwa membangun relasi di kelas berdampak pada peningkatan performa akademis siswa. Sebut saja, Timothy Hilton, lewat tulisannya di Education Week Teacher, beliau berargumen bahwa membangun relasi dengan murid adalah hal yang terpenting yang seorang guru bisa lakukan.
Dikutip dari artikel yang ditulis oleh Larry Ferlazo, Hilton yakin bahwa peningkatan kualitas pembelajaran dan munculnya rasa percaya serta hormat dari siswa kepada guru akan terwujud jika guru mampu membangun relasi dengan siswa.
Saya berkaca pada pengalaman mengajar saya selama 7 tahun ini dan memang argumen ini tepat adanya. Seorang siswa yang sudah sangat terkenal tidak bisa diam di kelas dan mudah sekali menyulut kenakalan menjadi salah seorang murid di kelas saya di tahun akademik yang baru. Secara akademis, siswa ini memang tidak terlalu cemerlang, namun ia memiliki imajinasi yang tinggi, yang dituangkannya dalam karya menggambarnya. Dalam benaknya, semua guru pasti tidak suka akan kehadiran dia di kelas. Dia pun memikirkan hal yang sama kepada teman-temannya. Sulit bagi dia untuk mengerjakan PR di rumah dengan penuh rasa tanggungjawab. Hal pertama yang saya lakukan di kelas ialah menempatkannya di baris depan kelas untuk memastikan bahwa dia selalu memberikan atensi saat pembelajaran berlangsung. Keputusan ini membantunya memahami apa yang harus dikerjakan saat kelas berlangsung. Siswa ini akhirnya mampu mengerjakan tugas dengan mandiri, yang mana pada kelas sebelumnya, dia sangat kesulitan untuk melakukannya. Makan siang bersama siswa ini mampu menghilangkan rasa canggung yang ia miliki untuk berinteraksi dengan guru dan menumbuhkan kembali rasa percayanya kepadaseorang guru. Kelebihan yang ia miliki terkadang saya sebutkan sebagai contoh saat saya menjelaskan instruksi atau pembelajaran. Adalah suatu apresiasi yang tinggi dalam diri siswa jika kelebihannya dipuji dan dijadikan contoh bagi orang lain. Secara tidak langsung, siswa ini meningkatkan rasa kebanggaan kepada dirinya. Orangtua dari siswa ini pun kaget dengan perilaku bertanggung jawab yang ia tunjukkan setibanya di rumah dari sekolah setiap hari dengan langsung menyelesaikan PR yang ia miliki tanpa perlu diingatkan. Memang skor akademis yang dicapai anak ini tidak selalu yang tertinggi di kelas, namun menjadi kepuasan tersendiri bagi seorang guru untuk melihat ia mampu mendapatkan nilai sesuai target.
Lagipula, tujuan pendidikan bukan hanya sebatas mengubah siswa untuk menjadi lebih pintar, namun mengubah pemikirannya agar menjadi bijaksana. Relasi yang terjalin antara saya dan anak ini membawanya pada perubahan sikap dan performa di kelas.
Pada akhirnya, semua kompetensi dan keahlian yang dimiliki dan dipahami oleh seorang guru akan sangat tepat sasaran jika ia mengenal dengan sangat dalam setiap siswa yang ada di kelas. Pengenalan ini hanya akan terjadi jika ada relasi yang terjalin dengan baik di kelas. Relasi yang baik sungguh berdampak pada perubahan sikap dan performa akademis mereka di kelas.(***)