KPK: 21939 Pejabat Negara Belum Lapor LHKPN

21.939 Wajib Lapor (WL) atau Penyelenggara Negara (PN) belum memasukkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periodik untuk tahun pelaporan 2020 sampai batas akhir 31 Maret 2021.

Demikian keterangan tertulis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding, yang diterima papuakini, Selasa (06/04/2021).

Ipi menyatakan dari total 378.072 WL secara nasional, KPK telah menerima 356.133 LHKPN atau 94,20 persen.

Rinciannya adalah Bidang Eksekutif 94,22 persen dari total 306.217 WL yang telah melaporkan, Bidang Yudikatif 98,27 persen dari total 19.778 WL, Bidang Legislatif 84,84 persen dari total 20.094 WL, dan BUMN/D tercatat 97,34 persen dari total 31.983 WL.

KPK juga mencatat per 31 Maret 2021 terdapat 762 instansi dari total 1.404 instansi di Indonesia atau sekitar 54 persen yang telah 100 persen menyampaikan LHKPN. Sebanyak 37 instansi di antaranya tercatat telah melaporkan secara lengkap.

Pada bidang Eksekutif di tingkat pemerintah pusat, dari 93 pejabat setingkat menteri, wakil menteri dan kepala badan atau lembaga tercatat 5 (lima) PN yang merupakan WL periodik belum memenuhi kewajiban LHKPN.

Di tingkat pemerintah daerah, KPK mencatat dari total 515 kepala daerah meliputi gubernur, bupati dan walikota terdapat 33 kepala daerah yang belum menyampaikan laporan kekayaannya.

KPK secara bertahap melakukan verifikasi atas laporan kekayaan yang disampaikan tersebut. Jika hasil verifikasi dinyatakan tidak lengkap, maka PN wajib menyampaikan kelengkapannya maksimal 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan.

Jika hingga batas waktu kelengkapan tidak dipenuhi, maka KPK akan mengembalikan laporan tersebut dan PN dianggap tidak menyampaikan LHKPN.
Laporan kekayaan yang tidak lengkap akan mempengaruhi tingkat kepatuhan baik pada instansinya maupun secara nasional.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

KPK tetap menerima LHKPN yang disampaikan setelah batas waktu, namun LHKPN tersebut tercatat dengan status pelaporan “Terlambat Lapor.”

KPK mengimbau PN, baik di Bidang Eksekutif, Yudikatif, Legislatif maupun BUMN/D, yang belum menyampaikan laporan kekayaannya agar tetap memenuhi kewajiban LHKPN.

Sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi, KPK meminta PN untuk mengisi LHKPN-nya secara jujur, benar dan lengkap.

Melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap PN sesuai ketentuan pasal 5 ayat 2 dan 3 UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.

UU mewajibkan PN bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. PN juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.(*)