Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Provinsi Papua Barat untuk mengintegrasikan lahan eks konsesi sawit dalam dokumen revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Hal ini disampaikan dalam pertemuan dengan Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, di gubernuran, Kamis (03/06/2021).
“Kami mengharapkan Gubernur menyepakati revisi RTRW di mana lahan konsesi sawit menjadi wilayah adat. Untuk memperkuat ini, kepala daerah perlu mengeluarkan SK bagi yang belum ada. SK masyarakat hukum adat,” ujar Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK, Dian Patria, dalam keterangan tertuis yang diterima papuakini.
Proses evaluasi izin sawit ini telah berhasil mencabut izin konsesi seluas 324 ribu hektar dan 335 ribu hektar masih dalam proses evaluasi. Dari sekitar 71 ribu hektar yang sudah ditanami, hanya 17 ribu hektar yang membayar pajak PBBP5L. KPK menilai perlunya optimalisasi penerimaan negara atas perizinan sawit tersebut.
Menanggapi itu, Gubernur Papua Barat menyampaikan saat ini sedang dilaksanakan proses revisi RTRW, untuk memutuskan batasan kawasan seperti hutan lindung, konservasi, pemukiman, industri dan sebagainya. Gubernur Papua Barat juga menegaskan komitmen Provinsi Papua Barat sebagai provinsi konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
“Lahirnya evaluasi izin sawit terhadap 24 perusahaan ini berdasarkan Deklarasi Manokwari, yang intinya karena ingin melibatkan masyarakat adat dan memanfaatkan Sumber Daya Alam. Kita jaga kawasan hutan agar tetap lestari tapi pada saat yang bersamaan dapat memberi manfaat untuk negara, daerah dan masyarakat,” tutur Gubernur Papua Barat.
Terkait pajak, Gubernur Papua Barat berjanji kan meninjau kembali untuk dilakukan evaluasi. Dengan adanya pengembalian lahan, Dominggus berharap lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara bijak.
Menutup pertemuan, Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra yang juga hadir memberikan arahan.
Pertama, memastikan setelah evaluasi dan rencana aksi selesai, lahan-lahan eks konsesi tersebut dijaga, dirawat dan dikuasai secara fisik karena menurutnya penguasaan fisik punya nilai tersendiri.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Kedua, jelas program pemanfaatannya dilihat dari berbagai perspektif karena belum tentu semua satu suara.
“Lalu terakhir, quick win-nya apa? Langkah konkritnya apa yang akan kita lakukan dalam waktu dekat? Misalnya pembuatan patok atau spasial. Karena setiap pernyataan dan tindakan pasti mempunyai efek. Kunci komitmen semua pihak. Cegah euforia masyarakat jangan sampai berlebihan,” tegas Surya.
Terpisah pada hari yang sama, KPK juga berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membahas tindak lanjut penegakan hukum (gakkum) atas hasil evaluasi perizinan perkebunan sawit yang melanggar aturan LHK.
Ada 6 perusahaan yang dilakukan pemeriksaan oleh gakkum KLHK karena pelanggaran yang dilakukan terkait dengan ruang lingkup gakkum. Misalnya berada dalam indikatif ekosistem gambut, di kawasan hutan, penanaman di luar HGU, tidak mempunyai izin pemanfaatan kayu, tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB)/Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).
KPK menekankan pentingnya kelanjutan dari temuan pemeriksaan gakkum. “Sekecil apapun sanksi dan temuannya, kejar sampai dapat,” pungkas Dian Patria.(*)