Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Papua Barat, Bustam, meminta pihak-pihak yang dimintai uang oleh oknum wartawan untuk melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib.
Bustam menegaskan PWI Papua Barat akan mengambil tindakan tegas jika yang dimintai uang berani membuat laporan resmi ke polisi. “Karena ini berkaitan dengan alat bukti, harus ada yang melapor,” ujarnya, 21 Juni 2023.
Menurutnya, beredar kabar ada oknum wartawan yang meminta uang pada narasumbernya. Bahkan, ada yang melakukan pemerasan dengan cara menakut-nakuti.
“Sehingga banyak pihak yang mengaku resah. Mereka menyampaikan ada wartawan yang minta-minta uang,” jelas Ketua PWI Papua Barat.
Dia menyatakan narasumber punya hak menolak diwawancarai oleh wartawan yang tidak profesional.
Wartawan profesional adalah wartawan pemegang kartu UKW (Uji Kompetensi Wartawan) yang dikeluarkan Dewan Pers, bekerja di media berbadan hukum pers (PT bergerak di bidang pers), memiliki alamat kantor redaksi yang jelas (punya nomor kontak redaksi), punya kotak redaksi, dan penanggungjawab redaksi (kompetensi utama).\
“Karena kalau hanya bermodalkan kartu pers, semua orang pun bisa buat kartu pers. Kalau nama yang bersangkutan tertera dalam box redaksi, silakan menghubungi penanggungjawab redaksinya. Itu ada di box redaksi. Kalau tidak ada, berarti media itu masuk kategori tidak jelas,” ungkapnya.
Jika ada yang meminta-minta, apalagi memeras. Itu masuk praktik jurnalistik yang tidak etis. “Artinya dia melanggar kode etik. Maka bisa dilaporkan ke Dewan Pers. Kalau bukan wartawan, maka bisa dikategorikan penipuan dan pencemaran profesi wartawan. Jadi masyarakat yang jadi korban, silahkan melapor ke polisi,” terangnya.
Bustam menambahkan, bagi wartawan yang tergabung di PWI pasti dibekali kartu anggota PWI, dan untuk menjadi anggota PWI wajib lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Click here to preview your posts with PRO themes ››
“Agar lebih jelas lagi, silakan buka website resmi Dewan Pers. Di situ masyarakat bisa melihat wartawannya terdaftar tidak,” tambahnya.
Pemerasan dan pemaksaan itu tidak dibenarkan dalam kode etik jurnalistik dan telah melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.(*)