Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Candra Kirana, seorang diri menerima aspirasi berupa pernyataan sikap dari para pendemo, yang terdiri dari Lembaga Kultural Peradaban Masyarakat Adat Kaimana (LKPMAK), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMKI) Kaimana, dan Gerakan Angkatan Muda Kristen (GAMKI) Kaimana.
Pantauan papuakini, Candra Kirana yang telah diminta untuk hadir oleh pendemo, belum tampak karena masih menjalankan sholat dzuhur di dalam kantor.
Selang beberapa saat kemudian, barulah sang Ketua KPU yang mengenakan peci hitam dan kemeja lengan panjang, lengkap dengan logo dan tulisan KPU, muncul seorang diri melewati barisan personil kepolisian yang berjaga di depan pintu pagar KPU untuk menemui pendemo.
Para pendemo yang berjumlah puluhan orang itu lalu membacakan pernyataan sikap sebelum dimasukkan ke dalam noken.
Tuntutan mereka adalah, pertama, mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kaimana sebagai penyelenggara pilkada di tingkat Kabupaten Kaimana, agar dalam proses pencalonan bupati dan wakil bupati Kaimana periode 2024- 2029 memprioritaskan Orang Asli Kaimana dari 8 suku.
Ke dua, meminta kepada KPU Kabupaten Kaimana agar tidak menerima berkas pencalonan bupati dan wakil bupati yang bukan orang asli Kaimana.
Ke tiga, menghargai adat-istiadat dan jati diri orang asli Kaimana, dan yang merasa bukan orang asli Kaimana kiranya tidak mengambil hak kesulungan dari masyarakat adat Kaimana dari Ure-Pigo dengan mencalonkan diri sebagai bakal calon atau kandidat bupati dan wakil bupati Kaimana.
Ke empat, apabila KPU Kabupaten Kaimana tidak mengidahkan point 1 sampai point 3 di atas, maka Dewan Adat dan masyarakat adat dari 8 suku akan memboikot Pilkada di Kabupaten Kaimana hingga penyelesaian hak-hak masyarakat adat terpenuhi, sesuai hasil keputusan rekomendasi enam kaukus Majelis Rakyat Papua se-Tanah Papua dan keputusan Konferda IV Dewan Adat Kaimana.
Ke lima, partai politik yang memiliki kursi pada pemilu 14 Februari 2024 wajib mencalonkan putra-putri putri asli Kaimana yang memenuhi syarat untuk maju bertarung pada pilkada 27 November 2024. Jika kedapatan partai politik yang tidak memihak kepada masyarakat adat Kaimana, maka pada Pemilu 2029 akan diboikot oleh Dewan Adat Kaimana sebagai bentuk protes masyarakat kepada partai politik yang bersangkutan.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Noken yang berisikan pernyataan itu kemudian diberikan kepada salah satu masyarakat adat dari Kampung Pigo, yang hadir dengan mengenakan pakaian adat Kaimana berupa cawat.
Pria paruh baya itu kemudian menyampaikan beberapa kata dengan menggunakan bahasa daerah di hadapan Ketua KPU Kaimana yang telah melepaskan sandalnya dan berdiri tanpa alas kaki.
Usai berbicara, pria ini kemudian mengalungkan noken yang telah di-sasi adat tersebut ke leher Ketua KPU Kaimana yang menunduk tanpa peci.
Candra Kirana mengatakan alasan dirinya tidak menggunakan alas kaki saat menerima aspirasi pendemo yang merupakan masyarakat adat Kaimana, karena merupakan pesan dari mendiang alrmarhum bapaknya.
“Kenapa saya lepas sandal, karena saya punya (alm) bapak berpesan kepada saya sederhana. Kamorang (kamu) berdiri di tanah ini, kamong punya tugas untuk mempersiapkan orang-orang itu (orang Papua),” jelasnya disambut tepuk tangan pendemo.
Ketua KPU juga menyampaikan jika dirinya sangat menghargai semua teman-teman maupun saudara-saudari dari Ure sampai Pigo. Dia mengatakan akan terus menggunakan noken yang diberikan padanya.
Sementara terkait tuntutan yang disampaikan, Candra menegaskan kepada para pendemo bahwa dia sebelumnya telah menyampaikan ke pengurus Dewan Adat Kaimana agar segera mendesak pengurus partai politik di Kaimana, untuk mengakomodir Orang Asli Papua di Pilkada.
“Kemarin dengan pengurus dewan adat saya sudah bicarakan dengan mereka. Saya bilang apa, kamu punya negeri ini, kamu siap sudah. Kamu punya tugas sekarang ke partai-partai politik agar mengakomodir mereka yang punya negeri ini,” bebernya.(yos)