Topik yang dibahas dalam sesi tersebut adalah “Radikalisme Agama dan Dampaknya Terhadap Mahasiswa, Bagaimana Kita Membangun Perdamaian?”
Sahat menyampaikan tantangan radikalisme agama yang saat ini sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dunia pendidikan telah disusupi, dimana terdapat oknum-oknum guru, dosen, ataupun pengajar pelajaran agama yang menanamkan paham radikal kepada para siswa dan mahasiswa.
Selain lewat pendidikan, paham radikalisme juga disebarkan melalui media sosial. Banyak ujaran kebencian, informasi hoax, dan propaganda negatif lainnya yang dikonsumsi secara terbuka oleh generasi muda. Anak-anak kemudian terperdaya dan percaya dengan paham radikal tersebut.
Sahat memberi contoh ada empat konsensus yang disepakati masyarakat Indonesia yang beragam. Empat konsensus ini adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Konsensus ini mempersatukan bangsa Indonesia, walaupun sampai saat ini persatuan tersebut selalu mendapatkan percobaan dan tantangan.
Sahat mengajak para peserta yang berasal dari berbagai negara seperti Mesir, Sudan, Palestina, Yordania, Libanon, Irak, Madagaskar, Kenya, Perancis, Kuba, Kolombia, dan Kanada, untuk berperan aktif menjaga perdamaian dan persatuan di negara masing-masing.
Sahat menambahkan para pemuda Indonesia dari berbagai latar belakang agama yang berbeda secara rutin melakukan dialog dan kegiatan bersama. Dari situ kemudian terbangun hubungan emosional dan rasa memiliki di antara setiap organisasi.
Sahat juga mengajak para pemuda untuk aktif menggunakan media sosial untuk berbagi ide dan kegiatan yang positif dan bermanfaat. Tujuannya agar para pemuda lainnya dapat terinspirasi dan tidak mudah terpengaruh dengan konten-konten radikal.(***)