Masyarakat yang menamakan diri Front Pembela Rakyat Peduli Lembah Kebar meminta MRP Papua Barat segera membentuk tim untuk mempertanyakan alasan Menteri Kehutanan mengeluarkan SK Nomor : 873/Menhut II/2017.

SK itu menyangkut pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonservasi untuk perkebunan kelapa sawit, atas nama PT. Bintuni Agro Prima Perkasa, dengan luas lahan kurang lebih 19.368 Hektar di Lembah Kebar dan Senopi, Kabupaten Tambrauw.

Koordinator Lapangan, Timotius D Yelimolo dalam pernyataan sikapnya, menegaskan, jika MRPB tidak menindaklanjuti aspirasi ini maka masyarakat akan memastikan untuk tidak berdamai dengan pemerintah, meskipun jelang hari Natal.

“Jangan sampai kantor DPR Tambrauw dihujani dengan palang memalang seperti tahun lalu. Tolong kawal aspirasi kami,” tegasnya dalam aksi damai di di depan kantor sekretariat MRP Papua Barat, Kamis (7/12) siang tadi.

Yelimolo juga meminta agar MRP PB dan DPR PB segera melakukan diskusi terbuka dengan pemerintah Tambrauw dan masyarakat adat setempat, untuk membicarakan persoalan tersebut dan penegak hukum diminta untuk mengusut siapa dalang di balik terbitnya SK tersebut.

Pasalnya, menurutnya, pengalihan fungsi lahan ini akan berdampak pada masyarakat setempat dan anak cucu ke depan. Sebab, diketahui bahwa hutan adalah paru-paru dunia.

Wakil Ketua Sementara MRP PB, Wenand Weripang SIP dan anggota Pokja Adat MRP PB, Maxsi Nelson Ahoren SE berterimakasih kepada mahasiswa dan masyarakat yang melakukan aksi ini.

“Kami minta untuk kita berdiskusi bersama untuk mencari solusi untuk kita kawal ke depan,” tegas Ahoren.(njo)