PT Urampi Indah Pratama mengancam akan menggugat Pokja 4 ULP Papua Barat ke PTUN Jayapura, Polda, Kejati dan KPK karena merasa dicurangi dalam tender proyek jalan Wombu-Undurara di Teluk Wondama dengan pagu Rp29,52 M.
Menurut Direktur PT Urampi Indah Pratama, Radia A Wanggai, perusahaannya kalah dalam lelang yang hanya diikuti dua perusahaan itu. Perusahaannya mengajukan penawaran sedikit di atas Rp25 M, sedangkan pemenang, menurutnya, sedikit di atas Rp28 M.
Dia menilai ada hal-hal yang tidak dilakukan secara transparan dan tidak sesuai aturan pelelangan.
Pertama, putra asli Papua yang memiliki perusahaan dengan grade 12 itu mengklaim surat jaminan penawaran miliknya dikatakan tidak sesuai dengan yang diminta Pokja/Panitia lelang karena dia menggunakan surat jaminan penawaran dari perusahaan asuransi.
Padahal, menurutnya, peraturan dalam acuan dokumen lelang menyatakan surat jaminan penawaran dapat menggunakan bank maupun perusahaan asuransi.
Selanjutnya, pada tanggal 24 Agustus 2018 sekira pukul 02.56 WIT, Pokja 4 menerbitkan berita acara baru yang menerangkan bahwa surat jaminan penawaran harus menggunakan dukungan bank umum atau bank swasta. Padahal, jelas-jelas di dalam aturan menerangkan dapat menggunakan perusahaan asuransi, dalam hal ini mereka gunakan asuransi Jamkrindo.
Kedua, perusahaannya tidak dapat undangan atau pemberitahuan untuk pembuktian dokumen. Tiba tiba muncul berita acara bahwa PT Urampi jatuh di dalam proses pelelangan karena surat jaminan penawaran.
Dia mengatakan manajemen perusahaan lalu mendatangi tim Pokja 4 pada 31 Agustus 2018. Mereka menanyakan atas dasar apa Pokja 4 mengatakan jaminan asuransi tidak bisa digunakan, karena jaminan asuransi memiliki kekuatan hukum yang kuat yang diatur dalam peraturan Menteri PUPERA serta Menteri Hukum dan HAM.
“Soal pergantian surat jaminan penawaran itu, saat saya tanyakan, tim Pokja justru menjawab, ‘itu suka suka saya’. Wah, kenapa aturan yang sudah ditetapkan justru dipermainkan? Kita juga tidak diundang. Tanpa satu suratpun. Lalu Pokja 4 mengumumkan pemenang lelang untuk PT Indoprima Manokwari Perkasa dengan penawaran 28 miliar,” ujarnya pada pekerja pers, Sabtu (1/9).
Ketiga, kata Radia, perusahaannya sebagai perusahaan dengan penawaran terendah tidak dipanggil untuk diklarifikasi oleh tim Pokja 4. Padahal, sebagai perusahaan dengan penawaran terendah, harusnya mereka dipanggil untuk dikelarifikasi.
“Jika kita buktikan permintaan klarifikasi dengan penawaran terendah itu, maka masuklah di pembuktian dokumen. Jika lengkap maka penetapan pemenang. Tapi selama ini kita tidak dipanggil oleh Pokja 4,” tuturnya.
Atas persoalan tersebut, lanjut Radia, dia kemudian mempertanyakan keabsahan Pokja 4. Salah satunya sertifikat. Tapi ternyata tim di Pokja 4 tidak memiliki sertifikat. Selain itu Pokja 4 masih diisi oleh ASN.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
“Bagaimana tidak berdampak KKN? dasar saja mereka sudah menyalahi aturan. Sesuai aturan, apa yang ditetapkan Pokja ini tidak sah,” tudingnya.
Pasalnya, kategori eprov 4, harus memikiki badan hukum sendiri, biro lelang tidak dirangkap oleh ASN, tidak bisa menggunakan biro perlengkapan karena biro perlengkapan hanya mengurus daerah.
Setelah membentuk Biro tersendiri, barulah biro itu kemudian membuat SK untuk Pokja dan Unit Layanan Pengadaan. “Tidak bisa kita bawa dari intansi PU. Itu akan jadi unsur KKN,” klaimnya.
“Di Papua saja dibentuk badan sendiri. Makanya, kita harus gugat ke PTUN untuk keabsahan Pokja 4,” terangnya.
Dia lalu meminta Gubernur Papua Barat dan Kadis PUPR Papua Barat untuk membatalkan PT Indoprima Manokwari Perkasa sebagai pemenang tender jalan tersebut karena melanggar aturan.
Dia juga menuding pemenang tender ini adaah bagian dari sebuah group dengan berbagai PT yang juga memenangi tender proyek jalan lingkar Pegaf yang juag hanya diikuti dua peserta. Salah satunya perusahaannya yang kalah dengan kondisi serupa seperti saat ini.
Namun, saat itu perusahaan pemenang mengundang dia bertemu di Jakarta, lalu mengatakan banyak habis dana untuk hajatan politik di Papua Barat.
Kala itu, menurutnya, mereka minta proyek itu tetap mereka yang kerjakan. Mereka juga katakan akan bantu kami di proyek lain, salah satunya jalan Wombu-Undurara ini,
“Saat itu saya bersedia tidak ganggu. Ternyata, terbukti, rupanya paket jalan Wondu-Undurara juga ada grupnya mereka. Mereka ini bukan pengusaha OAP, bekerja di sini, dan satu nahkoda untuk banyak perusahaan,” tudingnya.
Sementara itu, Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Papua, Djanes Marambur mengatakan pembangunan jalan Wombu-Undurara akan sampai ke PTUN karena jelas jelas ada pelanggaran hukum.
“Kenapa ada kalimat ‘suka-suka saya’. Ini sudah menyalahi aturan. Saya sangat setuju jika PT Urampi hadirkan KPK. Jangan bikin proyek ini sebagai uang kembali politik,” tandasnya.
Kepala Dinas PUPR Papua Barat belum berhasil dikonfirmasi. Upaya konfirmasi melalui WhatsApp dan SMS sampai saat ini belum dibalas. Ponselnya pun dalam keadaan tak aktif.
Sementara itu, pantauan di LPSE Papua Barat menunjukkan masa sanggah terhadap proyek Wombu-Undurara dilakukan mulai 2 September 2018 hari ini hingga 6 September mendatang.
Situs LPSE Papua Barat juga menunjukkan bahwa PT Urampi Indah Pratama kalah karena dua hal. Salah satunya adalah tidak melampiran scan perijinan.(njo/dixie)