Hanya 257 dari 362 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Manokwari dan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Manokwari, hanya 257 yang dapat menyalurkan hak suaranya dalam Pemilu 17 April 2019.
Jeremias Prawar (Ketua PPS) TPS 26 di Lapas Manokwari mengatakan, ini terjadi karena surat suara yang disediakan KPU hanya 257 lembar, yang terbagi 138 lembar untuk TPS 26 dan 119 untuk TPS 27 di LPP Manokwari.
Ini menyebabkan hanya warga binaan yang namanya ada dalam DPT, dan yang memiliki KTP elektronik yang diutamakan untuk menyalurkan hak politiknya.
“Kami dari Lapas dari beberapa bulan yang lalu terus koordinasi dengan KPU untuk menyerahkan daftar perbaikan DPT, tapi nama yang keluar hanya itu-itu saja. Sampai terakhir tadi malam kita koordinasipun demikian (DPT tidak berubah).” ujar Jeremias dalam rilis yang diterima papuakini.co dari Kanwil Kemekumam Papua Barat.
Kendala lain yang dihadapi oleh TPS dalam Pemilu kali ini adalah proses pembuatan KTP elektronik bagi WBP. Jeremias mengatakan bahwa e-KTP tidak dapat diterbitkan oleh Dinas Dukcapil karena datanya ganda.
“Data WBP harus dipindahkan dari sana (daerah asal WBP), pindah domisili baru bisa diterbitkan di sini. Tapi kalau pindah domisili, harus WBP yang bersangkutan yang ambil berkasnya. Sementara statusnya kan warga binaan, jadi tidak mungkin mau ambil di sana.” jelasnya.
Sementara itu, Kakanwil Kemekumham Papua Barat, Anthonius Matius Ayorbaba SH MSi, yang turut memantau jalannya pencoblosan di TPS 26 dan 27 menyayangkan hal tersebut.
Dihubungi terpisah via telefon, Anthonius mengatakan bahwa dari segi aturan, WBP dimungkinkan untuk memilih berdasarkan MoU Kemenkumham RI dan KPU RI, MoU antar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan Dirjen Dukcapil, dan Keputusan MK tentang penggunaan surat keterangan.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
“Yang terjadi adalah dari Dukcapil kurang merespon karena sistem di Dukcapil tidak dapat melakukan input data bagi penduduk dari daerah lain yang menjalani pidana di Lapas Manokwari,” tuturnya.
Dia lalu mengatakan itu kelemahan sistem yang harus diantisipasi oleh penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU, dan Dukcapil.
“Hal itu yang menyebabkan warga binaan tidak bisa menyalurkan hak politiknya hari ini meskipun baik Lapas maupun Rutan terus mengirimkan data terbaru.” jelas Anthonius.
Sementara itu, salah satu warga binaan yang tidak dapat menyalurkan hak suaranya menyatakan kekecewaannya. Pasalnya ini merupakan perhelatan yang dilaksanakan sekali dalam lima tahun dan sangat menentukan masa depan bangsa ini.
“Kecewa tapi mau bagaimana lagi. Semoga saja yang menang bisa membawa bangsa ini jadi semakin baik lagi.” ungkap warga binaan yang enggan disebutkan namanya.(***)