Warga Kampung Fani, Distrik Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat dulu sering barter dengan kapal berbendera asing. Itu terjadi sebelum ada pos penjagaan Lantamal XIV di pulau terluar yang membatasi NKRI dengan Palau. Barter itu harus warga lakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka kala itu.
“Dulu, sebelum ada Pos, kalau kapal asing terlihat dari jauh, masyarakat jemput (menghampiri). ABK berikan bahan kebutuhan pokok lengkap. Kita tukarkan dengan kelapa, burung dan ketam kenari. Beras 50 kg ditukar dengn burung atau ketam kenari,” ujar Marthen Faidan, seorang warga yang pernah bermukim di Pulau Fani.
Ketika sudah ada pos jaga. Kapal berbendara asing sudah tidak pernah ke sini lagi. Di Pulau Fani, ada sekira 7 rumah di belakang pos jaga. Warga pun kini tinggal di Pulau Rutum. Butuh sekira satu jam dari Pulau Fani ke Rutum jika menggunakan kapal cepat.
Kini, masyarakat hanya mengunjungi Pulau Fani untuk mencari nafkah seperti memancing. Terkadang harus menginap di pulau itu bila datang cuaca buruk. Kadang pula harus tertahan di pulau tersebut berbulan-bulan karena cuaca tak kunjung bersahabat. Di saat harus tetahan, mereka sehari-hari terpaksa mengkonsumsi kelapa.
“Rumah itu dulu bantuan (pemerintah) provinsi (Papua Barat) tapi sudah tidak ditempati lagi,” ungkap Faidan yang kini bermukim di Pulau Rutum itu, menjawab papuakini.co di sela kunjungan Gubernur dan Forkopimda Papua Barat ke Pulau Fani dan Rutum untuk memasang batas negara Indonesia dengan Palau, Sabtu (07/12/2019).
Masyarakat di Pulau Rutum, tuturnya, akan sangat terbuka jika pemerintah menyalurkan segala bentuk program, terlebih pembangunan infrastruktur karena itu lah kebutuhan masyarakat di sana saat ini.(an/njo)
Click here to preview your posts with PRO themes ››