Oknum notaris berinisial ND didakwa menerima uang dari tersangka LMS (alm) dengan besaran yang tidak sesuai dengan ketentuan atas jasanya menerbitkan Akta Jual Beli (AJB).
Selain itu, 2 AJB yang diterbitkan juga tidak sesuai peraturan yang ditetapkan. Satu di antaranya menyertakan penetapan pengadilan palsu.
Ini didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Eryana Ganda Nugraha SH M Hum dalam persidangan, Senin (15/06/2020).
Menurut JPU, AJB pertama, bernomor 309/2015 tanggal 25 November 2015 tentang jual beli tanah antara Kartika Ningsih dengan LMS seluas 2000 m2, diterbitkan dengan dasar kwitansi yang dibuat terpidana Johanis Balubun tanpa sertifikat asli dengan alasan masih dijaminkan di bank.
Kwitansi itu dibuat dengan nominal Rp 150 juta, namun Kartika Ningsih hanya menerima Rp15 juta dari terpidana Johanis Balubun.
AJB kedua, bernomor 321/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang jual beli tanah antara Suharsih alias Winarsih dengan LMS, yang diterbitkan dengan dasar kwitansi yang dibuat terpidana Johanis Balubun dengan nominal Rp 150 juta, sementara uang yang diberikan ke Suharsih hanya Rp15 juta.
Dalam pembuatannya, terdakwa ND memasukkan keterangan tidak benar berupa dasar jual beli berupa penetapan Pengadilan Negeri Manokwari nomor registrasi 42/Pdt.p/2015/PN.MKW tanggal 1 Desember 2015, yang senyatanya tidak ada penetapan PN di tanggal tersebut.
Kedua AJB tersebut juga dibuat tanpa menghadirkan para pihak yang diatur Peraturan Pemerintah nomor 37/1998 tentang peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pasal 22.
Pasal itu menyatakan “Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri sekurang-kurangnya dua saksi sebelum ditandatangi seketika itu juga kepada para pihak, saksi dan PPAT.”
Dua AJB yang tidak sesuai ketentuan oleh terdakwa ND itu membuat LMS (alm) berhasil memiliki dokumen pendukung kepemilikan seluruh luasan tanah seluas 10.000 m2, dan berhasil memperoleh pembayaran ganti rugi tanah untuk pembangunan gedung kantor Dinas Perumahan Provinsi Papua Barat.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Atas penerbitan AJB tersebut ND menerima pembayaran Rp44 juta, yang besarannya tidak sesuai ketentuan pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah nomor 37/1998, yang mengatur bahwa uang jasa PPAT untuk 2 AJB yang diterbitkan maksimal 1 persen dari transaksi yang dilakukan. Dengan demikian 1% jasa penerbitan dari transaksi Rp300 juta adalah Rp3 juta.
Jaksa dalam dakwaan juga menyatakan perbuatan terdakwa telah memperkaya diri terdakwa sebesar Rp44 juta, memperkaya Johanis Balubun Rp270 juta (dari uang yang tidak diserahkan ke Kartika Ningsih dan Winarsih), dan memperkaya LMS Rp3.309.763.736.
Bahwa, hasil audit dalam rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Papua Barat, menyatakan kerugian keuangan negara dalam kegiatan pengadaan tanah untuk Kantor Dinas Perumahan Papua Barat tahun anggaran 2015 sebesar Rp3.309.763.736.
Kuasa Hukum ND, Achmad Djunaedy SH MH, usai persidangan menyatakan kliennya tak pernah menerima fee Rp44 juta seperti dakwaan JPU. Meski begitu dia dan kliennya tidak menyatakan eksepsi (tanggapan) atas dakwaan jaksa.
“Kenapa kita tidak eksepsi? Sebenarnya banyak celah, tapi itu bukan menghilangkan perbuatan tindak pidana. Makanya kami langsung masuk pokok perkara, karena kami ingin melihat bukti bukti sebagaimana dakwaan yang didakwakan jaksa,” tandasnya.
Sidang lanjutan akan digelar 18 Juni 2020 mendatang dengan agenda pokok perkara berupa pemeriksaan saksi.(njo)