Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya sinergitas di antara semua pemangku kepentingan, baik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Aparat Penegak Hukum (APH) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam upaya pencegahan korupsi.
Demikian disampaikan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam rapat koordinasi dengan APIP dan APH se-Papua Barat di Kantor Gubernur Papua Barat, dalam keteranga pers yang diterima papuakini, Rabu (24/02/2021).
Alex menjelaskan bahwa salah satu strategi KPK dalam memberantas korupi adalah dengan perbaikan sistem. Tujuannya, sebut Alex, untuk menutup celah bagi siapapun untuk berbuat korupsi, termasuk aparat. Hal tersebut menurutnya akan lebih maksimal jika didukung dengan sinergitas seluruh pemangku kepentingan. Kehadiran KPK di tanah Papua pekan ini, tambahnya, adalah untuk memperkuat sinergitas di antara para pemangku kepentingan termasuk pemda terkait upaya pencegahan korupsi.
“Kalau capaian MCP pemda masih rendah, kami melihat pengendalian internalnya masih lemah. Saya tidak tahu berapa daerah di Papua Barat ini yang mendapat opini WTP dari BPK. Kami mendorong BPK juga melihat MCP sebagai acuan. Kami berharap ke depan itu antara MCP dan Opini BPK sinkron,” ujar Alex.
Dalam melakukan pencegahan di pemerintah daerah (pemda), Alex memaparkan, KPK mempunyai delapan (8) area intervensi, yaitu Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Penerimaan Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Dana Desa. Delapan program tersebut menjadi ruang lingkup tugas Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK sejak tahun 2018.
Upaya penindakan, lanjut Alex, juga menjadi perhatian KPK. Utamanya menyangkut pelaksanaan dari MoU antara Kepolisian RI, Kejaksaan RI dan dan Kementerian Dalam Negeri. Di daerah, kata Alex, MoU tersebut ditindaklanjuti antara Gubernur, Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi.
“Intinya harus ada koordinasi antara APIP dan APH dalam menerima dan menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat terkait penyimpangan atau dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah,” tegas Alex.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Ketika APH menerima laporan atau pengaduan masyarakat, Alex meminta, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan APIP jika laporan berindikasi kesalahan administratif, dan tidak serta merta memanggil pejabat di daerah tersebut. Dan sebaliknya, pesan Alex, jika APIP menerima laporan atau pengaduan dan menemukan dugaan tindak pidana korupsi, maka diserahkan kepada APH.
Hal ini, katanya, merupakan amanah Undang-undang No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Sementara itu, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan yang turut hadir menyampaikan bahwa tujuan dari pertemuan ini adalah untuk menindaklanjuti penandatanganan kerja sama antara APIP dan APH, yakni untuk memperjelas batas tanggung jawab antara APIP dengan APH. Utamanya terkait laporan atau pengaduan masyarakat yang berindikasi pelanggaran pidana maupun pelanggaran administrasi. Tujuannya, agar tidak terjadi adanya anggapan kriminalisasi terhadap aparat sipil negara (ASN).
“Kerugian keuangan daerah tidak selamanya ada unsur tindak pidana korupsi. Perlu diperhatikan 3 unsur yakni pertama, murni karena kesalahan administrasi, maka penyelesaian cukup di APIP. Kedua, terjadi kerugian keuangan daerah tetapi tidak ada niat jahat (mensrea) maka penyelesaian berupa tuntutan ganti rugi dengan pengembalian ke kas daerah. Dan yang ketiga, terjadi kerugian keuangan daerah tetapi ada niat jahat, maka harus melalui serangkaian pemeriksaan oleh penyidik,” ujar Dominggus.
KPK berharap inspektorat menjadi garda terdepan dalam tata kelola dan pemda senantiasa mendukung peningkatan kapasitas, kapabilitas dan independensi APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Misalnya dalam hal PBJ, KPK berharap APIP selalu mendampingi sejak persiapan, pelaksanaan, hingga pelaporan guna memitigasi potensi tindak pidana korupsi.(***)