Koalisi Golongan Hutan (Golhut) mengajak anak muda Indonesia yang peduli lingkungan untuk menjaga kelestarian hutan dan lahan gambut, mengingat banyaknya bencana yang menimpa.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 386 bencana alam sejak 1 Januari hingga 9 Februari 2021. Bencana tersebut didominasi bencana banjir (232), puting beliung (73), dan tanah longsor (62).
BNPB menyatakan 98 persen bencana yang menimpa Indonesia disebabkan faktor hidrometeorologi atau perubahan cuaca atau iklim.
Peran pemuda sangat diperlukan dalam berbagai aspek, mulai dari aspek pemahaman data, penegakan hukum sampai pendampingan masyarakat.
Karena itu, penyadartahuan isu lingkungan kepada anak muda harus terus dilakukan untuk memastikan tata kelola hutan dan lahan gambut berpihak kepada generasi mendatang.
Golhut dalam siaran persnya menyampaikan imbauan ini dalam diskusi media bertajuk “Hutan dan Lahan Gambut Indonesia: Akankah Berpihak pada Generasi Mendatang?” yang diadakan secara daring pada Senin (15/03/2021).
Diskusi diikuti, antara lain, anggota Koalisi Golhut, Sapta Ananda Proklamasi, GIS Specialist Greenpeace Indonesia, Rony Saputra, Direktur Hukum Yayasan Auriga Nusantara, dan Hasbi Berliani, Direktur Program Untuk Tata Kelola Berkelanjutan Kemitraan.
Ode Rakhman, Koordinator Koalisi Golongan Hutan mengatakan, survei Change.org dan Yayasan Indonesia Cerah terkait Krisis Iklim di Mata Anak Muda tahun 2020 menunjukkan 89% anak muda Indonesia merasa khawatir tentang dampak krisis iklim.
“Data tersebut menunjukkan bahwa mereka sudah memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan, namun tantangannya adalah anak muda ini belum mau bergerak dan membesarkan isu-isu lingkungan hidup di Indonesia,” ungkapnya.
Sapta Ananda menyampaikan bahwa kendala utama dalam mengatasi tantangan pengelolaan hutan dan lahan gambut di Indonesia adalah tidak adanya transparansi data spasial wilayah hutan dan lahan gambut.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
“Pemetaan hutan dan lahan gambut menjadi penting sebagai data referensi. Misalnya saja data angka tutupan hutan alam tahun 2020 yang disampaikan KLHK sebesar 90,1122 juta Ha. Jika dibandingkan angka tutupan hutan alam 2019 sebesar 89,0047 juta Ha, terdapat perbedaan 1 juta Ha. Namun teknis pengambilan data tutupan tidak dijelaskan, seperti lokasi tutupan dan dilakukan rekalkulasi, sehingga angka tidak konsisten,” ungkap Sapta.
Upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi pada pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, terutama yang dilakukan korporasi, juga jadi tantangan tersendiri dalam pengawasan dan pengelolaan yang berkelanjutan.
Rony Saputra mengatakan perlunya mencermati aturan yang diterapkan Pemerintah, serta aturan turunannya, terutama pada aturan yang menghilangkan korporasi sebagai subjek pelaku pidana.
Menurutnya pemuda dapat berperan aktif dalam mendorong dan memberikan masukan ke Pemerintah untuk memastikan regulasi dan penegakan hukum berjalan semestinya.
Hasbi Berliani mengatakan pemberian hak kelola hutan melalui perhutanan sosial kepada masyarakat, menjadi salah satu jalan penting untuk menjaga hutan dan lahan gambut, sekaligus sebagai upaya mengurangi masalah kemiskinan masyarakat yang berada di sekitar areal hutan.
“Jika pemerintah dapat memberikan akses kepada masyarakat untuk bisa mengelola lahan hutan dan bertanam di sana, dapat meningkatkan ekonomi masyarakat,” ujar Hasbi.(*)