Masalah ganti rugi Rp150 M yang ditujukan ke Pemprov Papua Barat oleh Rico Sia berawal dari masuk penjaranya Rico Sia selama sekian tahun karena kasus jalan di Kebar beberapa tahun lampau.
Ini diungkapkan Kepala Biro Hukum Papua Barat, Roberth Hammar, saat memberikan keterangan pers di Manokwari, Kamis (20/05/2021).
Saat itu Rico Sia divonis bersama sejumlah orang, termasuk oknum pejabat tinggi Pemprov Papua Barat dan oknum salah satu bank plat merah.
Belakangan, setelah mendekam di penjara selama sekian tahun, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Rico Sia yang memutuskan Rico Sia dilepas dari segala tuntutan hukum karena perbuatannya dikategorikan bukan perbuatan pidana.
Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung itu Rico Sia mengajukan gugatan kerugian immateriil di PN Sorong.
Gugatan immateriil itu diajukan karena Rico Sia menyatakan selama mendekam di penjara dia tak bisa mengembangkan usahanya. Angka ganti rugi kerugian immateriil yang diajukannya lebih dari Rp300 M.
PN Sorong yang mengadili persoalan tersebut meluluskan permintaan Rico Sia, lalu disepakati akta perdamaian Rp150 M nilai ganti rugi kerugian immateriil yang harus dibayar Pemprov Papua Barat pada 2019 lalu oleh pengacara kedua belah pihak.
“Saya belum sependapat. Hitungan riil usahanya apa saja. Apa masuk penjara karena Pemprov menyuruh melakukan perbuatan-perbuatan yang dituduhkan padanya? Kan tidak. Dia sendiri yang lakukan bersama sejumlah orang lain,” tutur Hammar.
Pemprov lalu mengajukan gugatan di PN Sorong agar Rp150 M itu diturunkan, tapi ditolak dengan dinyatakan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard).
Putusan PN Sorog itu lalu dibanding di Pengadilan Tinggi Jayapura, tapi ditolak di mana PT Jayapura menguatkan putusan PN Sorong.
“Sekarang kami ajukan kasasi di MA. Jadi kasus masih bergulir di MA,” tutur Hammar.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Terkait surat imbauan agar dilakukan pembayaran agar tak terjadi kerugian negara akibat denda, Hammar menyatakan kondisi saat ini yang terdampak Covid-19 dan refocusing sejak 2020 tidak memungkinkan untuk lakukan pembayaran.
Selain itu, jika Pemprov Papua Barat melakukan pembayaran, maka itu berarti Pemprov Papua Barat mengakui melakukan kesalahan sedangkan kenyataan tidak seperti itu.
Selain itu juga, bagaimana jika kemudian Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Pemprov Papua Barat, sementara Pemprov Papua Barat sudah melakukan pembayaran?
“Jadi, upaya-upaya hukum yang ditempuh saat ini malah merupakan upaya kita untuk tidak merugikan keuangan negara,” beber Hammar.
Bagaimana bila MA menolak kasasi? “Kami sudah siapkan tim untuk lakukan peninjauan kembali,” tegas Hammar lalu menyatakan menunjuk tim pengacara negara yang diketuai Demianus Waney dibantu Yan Christian Warinussy.(dixie)