KPK: MCP 2020 Seluruh Pemda Papua Barat di Bawah Rata-rata Nasional

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya pendampingan dan pengawasan tata kelola pemerintah daerah (Pemda).

Hal ini disampaikan Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK, Dian Patria, dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Intern Keuangan dan Pembangunan BPKP di sebuah hotel di Manokwari, Jumat (04/06/2021).

Rakor ini bertema “Meningkatkan Kesejahteraan masyarakat Papua Barat Melalui Peningkatan Kualitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus.”

“Di korsup KPK ada delapan indikator pemda. Perencanaan penganggaran, PBJ, Izin, APIP, Manajemen ASN, penerimaan daerah, Aset, dan Dana Desa. Ada scoringnya dari Aceh sampai Papua atas indikator-indikatornya,” ujar Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria.

Bagi KPK indikator ini sebagai pintu masuk untuk membaca suatu pemda. Apabila skor-nya rendah biasanya bukan hanya masalah teknis, tapi ego sektoral dan tidak ada komunikasi.

Atas capaian skor tersebut, Dian menyimpulkan, tetap yang utama integritas pimpinan. Bahwa sistem apapun yang dibangun harus dibarengi dengan kepemimpinan yang berintegritas.

“Jadi bicara Monitoring Center for Prevention atau MCP tahun 2020 rata-rata untuk 14 pemda di Papua Barat skornya 37,40 atau di bawah rata-rata nasional. Belum dapat bersaing dengan daerah yang lain. Bagi kami bukan masalah besar kecilnya. Yang penting aktif dan terbuka. Sampaikan masalahnya lalu kita berdiskusi bersama-sama untuk solusinya,” tambah Dian dalam keterangan tertulis yang diterima papuakini.

Hadir membuka kegiatan, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Iwan Taufik Purwanto, yang menyampaikan pentingnya regulasi dana SILPA yang berasal dari dana otonomi khusus (otsus) agar dialokasikan untuk mendukung program dan kegiatan otsus.

“Tahun 2021 merupakan tahun terakhir dana otsus dan 2 Juni 2021 lalu telah dilaksanakan rapat kerja pansus DPR RI membahas perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Pelaksanaan Rakorwasin ini diharapkan menghasilkan rencana aksi yang nilainya strategis dan menunjukkan kolaborasi dan sinergi antara BPKP Papua Barat dengan para APIP Pemda,” ujar Iwan.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Sesuai arahan Ketua BPKP, Iwan menambahkan, BPKP dan APIP bersama-sama harus mengawal percepatan belanja instansi serta memastikan ketepatan sasaran, mengawal peningkatan kualitas perencanaan, mendorong perbaikan dan peningkatan akurasi data, serta memastikan rekomendasi hasil pengawasan ditindaklanjuti.

Sekretaris Daerah Provinsi Nataniel Mandacan juga mengakui masih banyak kelemahan dalam pengelolaan dana otsus, belum tepat sasaran dan kelemahan administrasi pertanggungjawaban dana otsus.

Mewakili BPK Wilayah Papua Barat, Hendri Purnomo Jati, menyampaikan dana otsus yang sudah diterima Papua dan Papua Barat kurun waktu 2002 – 2019 sebanyak Rp86 Triliun, dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) Rp114 Triliun.

Namun, banyaknya dana yang dikucurkan belum berdampak nyata dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, terbukti dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih di bawah rata-rata nasional.

Mengakhiri paparan, Dian mengatakan, salah satu yang menjadi fokus pendampingan KPK di daerah dengan Pemda adalah penerimaan pajak mengingat di daerah Papua dan Papua Barat kapasitas fiskalnya rendah. Belum lagi banyaknya ketidakpatuhan yang dilakukan oleh para pelaku usaha.

“Jadi dalam hal pendampingan Pemda, kami tidak mau terjebak dalam hal administratif dan disibukkan dengan hal-hal seremonial sehingga melupakan substantifnya. Jadi harus berdasarkan fakta lapangan,” tutup Dian.(*)