Oleh: Donny Aji Nugroho
Kepala Subbag Tata Usaha dan Rumah Tangga Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Pendahuluan
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia per 30 Juni 2021, jumlah Pegawai Negeri Sipil di Indonesia adalah 4.081.824 orang dengan rincian Pegawai Negeri Sipil Pusat sebanyak 949.050 orang (23%) dan Pegawai Negeri Sipil Daerah sebanyak 3.132.774 orang (77%).
Pegawai Negeri Sipil Pusat bukan berarti Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan di pusat ibukota negara (Jakarta). Pegawai Negeri Sipil Pusat dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berada di bawah Kementerian/Lembaga dan memiliki cakupan kerja yang luas tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil Daerah dibayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan berada di bawah Gubernur/Bupati/Walikota serta wilayah kerja sebatas daerah tempatnya bekerja.
Wilayah Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara dengan 17.508 pulau yang tersebar di sekitar garis khatulistiwa, memanjang dari Sabang sampai Merauke seluas 8,3 juta km2 dan populasi sebanyak 273,5 juta jiwa penduduk di tahun 2020 (World Bank). Dengan wilayah yang luas tersebut, Pemerintah harus dapat mengambil kebijakan yang tepat dan akurat untuk menunjang pelasanaan tugas pokok dan fungsi Pegawai Negeri Sipil agar dapat berjalan dengan lancar dan optimal. Diantara kebijakan tersebut yang akan dikupas secara sederhana disini adalah mengenai pengelolaan rumah negara bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat di Daerah.
Pengertian Rumah Negara
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, disebutkan bahwa Barang Milik Negara adalah barang yang dibeli/diperoleh atas beban APBN dan perolehan lainnya yang sah, antara lain perolehan dari sumbangan/hibah, pelaksanaan kontrak, dan lain sebagainya. Rumah Negara adalah salah satu jenis Barang Milik Negara yang harus dikelola oleh pemerintah secara optimal berdasarkan asas fungsionalitas, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Rumah Negara atau yang biasa disebut juga dengan Rumah Dinas, merupakan salah satu bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi:
a. sebagai tempat tinggal hunian
artinya bahwa rumah negara merupakan bangunan yang dijadikan sebagai tempat tinggal selama jangka waktu tertentu yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat.
b. sarana pembinaan keluarga
artinya bahwa rumah negara harus menjamin kepentingan keluarga yaitu untuk tumbuh memberi kemungkinan untuk bergaul dengan tetangga berdasarkan norma dan adat yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Selain itu rumah negara harus dapat memberikan ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya.
c. menunjang pelaksanaan tugas jabatan dan/atau pegawai negeri.
artinya bahwa rumah negara merupakan fasiltas yang diberikan kepada pejabat/pegawai negeri dalam melaksanakan tugas sehari-hari perkantoran.
Rumah negara dibedakan ke dalam 3 golongan, yaitu:
1. Rumah Negara Golongan I
Atau yang disebut dengan Rumah Jabatan, merupakan rumah negara yang diperuntukkan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tersebut.
2. Rumah Negara Golongan II
merupakan rumah negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri dan apabila telah berhenti/pensiun rumah dikembalikan ke negara.
3. Rumah Negara Golongan III
merupakan rumah negara yang tidak masuk ke dalam golongan I/II dan dapat dijual kepada penghuninya. Pengelolaan rumah negara golongan ini berada di bawah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Untuk dapat menempati rumah negara, Pegawai Negeri Sipil harus mendapatkan ijin penghunian dari pejabat yang berwenang sebagai pengelola rumah negara tersebut. Surat Ijin Penghunian (SIP) rumah negara tersebut menimbulkan konsekuensi bagi penghuni untuk memelihara bangunan rumah negara dan membayar sejumlah uang sewa yang disetorkan ke negara dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Jumlah rumah negara dan Surat Ijin Penghunian berdasarkan data dari Kementerian Keuangan selaku Pengelola Barang Milik Negara per Agustus 2021 adalah sebagai berikut:
Permasalahan
Berdasarkan uraian sebelumya dapat diambil beberapa poin penting yaitu adanya ketimpangan antara jumlah Pegawai Negeri Sipil dengan ketersediaan rumah negara, dan persentase rumah negara yang sudah memiliki SIP yang sangat rendah.
Dari 949.050 orang Pegawai Negeri Sipil Pusat, pemerintah baru mampu untuk menyediakan rumah negara sebanyak 166.692 unit. Terbatasnya ketersediaan rumah negara tersebut menyebabkan banyak Pegawai Negeri Sipil Pusat yang tidak mendapatkan fasilitas rumah negara sehingga harus mencari rumah untuk dikontrak/kos dan biaya ditanggung sendiri oleh pegawai tersebut..
Berbicara tentang kebutuhan penyediaan rumah negara bagi Pegawai Negeri Sipil, pemerintah telah menerapkan suatu sistem perencanaan yang disebut Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN). Secara sederhananya, RKBMN disusun oleh seluruh instansi yang dibiayai dari APBN sebagai pemenuhan kebutuhan operasionalnya (termasuk rumah negara) untuk 2 tahun yang akan datang.
Dari sistem tersebut, dapat terpetakan apa saja yang dibutuhkan oleh instansi, berapa jumlah riil yang dibutuhkan, dan bagaimana cara pemenuhannya. Selain itu juga dapat diketahui jumlah barang yang harus dipelihara oleh pemerintah. Namun sangat tidak mungkin bagi pemerintah untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhan tersebut karena kondisi keuangan negara saat ini berada pada posisi yang lemah, dan diperparah lagi dengan tekanan pada APBN oleh adanya pandemi covid-19.
Masalah berikutnya adalah persentase rumah negara yang telah memiliki Surat Ijin Penghunian (SIP) yang sangat rendah. Dari 166.692 unit rumah negara, hanya 8.318 yang telah memiliki SIP atau hanya sebesar kurang dari 5%. Dan dari 5% tersebut, Kementerian Keuangan menyumbang angka terbanyak sebanyak 6.139 unit yang telah memiliki SIP. Artinya bahwa masih banyak rumah negara yang tidak memiliki SIP yaitu 85% dari total rumah negara yang ada.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Berikut beberapa faktor yang membuat rumah negara tidak memiliki SIP, antara lain:
a. Rumah negara tersebut dalam kondisi Rusak Berat
Suatu bangunan rumah negara dalam kondisi rusak berat apabila bangunan mengalami kerusakan lebih dari 70% yang dinyatakan oleh dinas PU setempat. Tentu saja tidak ada yang akan bersedia menempati rumah dalam kondisi rusak bukan?
b. Rumah negara dikuasai oleh yang tidak berhak
Rumah negara diperuntukkan bagi Pegawai Negeri Sipil aktif, namun pada kenyataannya masih banyak rumah negara yang ditempati/dikuasai oleh bukan Pegawai Negeri Sipil aktif, yang terbanyak adalah dari para pensiunan (termasuk janda/duda pensiunan, dan keluarga).
c. Rumah negara berlokasi di tempat yang tidak aman dan jauh
Rumah negara biasanya berlokasi tidak jauh dari bangunan kantor berada, namun ada beberapa hal yang membuat lokasi antara rumah negara dan kantor berjauhan, misalnya karena adanya kebijakan pemerintah daerah setempat untuk melokalisasi kantor-kantor menjadi satu kompleks perkantoran.
Selanjutnya adalah suatu daerah seiring dengan berjalannya waktu, pasti akan mengalami perkembangan, baik ke arah yang positif maupun negatif, dan ini adalah suatu yang jamak. Hal ini juga tidak terlepas dari permasalahan yang dialami oleh rumah negara. Suatu hal yang mustahil apabila pimpinan instansi pada saat pembangunan rumah dinas sengaja memilih lokasi yang tidak aman. Salah satunya adalah rumah negara berada dekat dengan lokasi preman.
Alternatif Solusi
Pengelolaan rumah negara adalah sesuatu yang kompleks. Untuk menjalankan fungsinya sebagai pengelola aset/kekayaan negara, pemerintah perlu mengambil kebijakan secara tepat dan akurat.
RKBMN sebagai alat perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 2015 hingga saat ini sudah berjalan dengan baik. Kebutuhan diperhitungakan sendiri oleh unit instansi yang memahami kondisi di lapangan dan usulannya disampaikan secara bottom-up kepada Kementerian Keuangan sebagai Pengelola Barang Milik Negara.
Namun dalam pelaksanaannya masih membutuhkan beberapa penyesuaian mengingat karakteristik Kementerian/Lembaga yang berbeda-beda.
Kebutuhan terhadap rumah negara bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat semakin meningkat dengan seiringnya naiknya jumlah Pegawai Negeri Sipil Pusat, sebagaimana dapat dilihat dari statistik di bawah ini:
Adapun alternatif solusi terhadap permasalahan terbatasnya ketersediaan rumah negara yang dapat ditempuh yaitu pembangunan rumah susun negara (rusunara) di setiap ibukota provinsi dan/atau pemberian uang bantuan biaya tempat tinggal bagi pegawai yang tidak menempati rumah negara
Kebutuhan rumah negara di ibukota provinsi sangat tinggi, hal ini dikarenakan instansi vertikal Kementerian/Lembaga biasanya bertempat di ibukota provinsi.
Selain itu ketersediaan lahan untuk pembangunan rumah negara dalam bentuk rumah tapak sudah semakin banyak berkurang.
Oleh karena itu pemerintah perlu menyediakan rumah susun negara (rusunara) yang mengakomodasi kebutuhan bagi pegawai yang tidak mendapatkan fasilitas rumah negara.
Apabila solusi pembangunan rusunara belum dapat terpenuhi, maka solusi lain adalah dengan memberikan uang bantuan biaya tempat tinggal bagi pegawai yang tidak menempati rumah negara sehingga pegawai tidak terlalu terbebani.
Besaran uang bantuan tersebut dapat mengacu pada standar harga kontrakan/kos di masing-masing daerah, dan apabila memungkinkan standar tersebut tersedia juga di Standar Biaya Masukan (SBM) yang disusun oleh pemerintah tiap tahunnya.
Alternatif solusi terhadap permasalahan persentase rumah negara yang sudah memiliki SIP yang sangat rendah yaitu dengan membentuk suatu unit pengelola rumah negara tersendiri yang tugas pokok dan fungsinya mengelola rumah negara secara profesional. Salah satu tugas unit tersebut nantinya adalah untuk memastikan tertib adminstrasi rumah negara seperti penerbitan SIP, pendaftaran Huruf Dasar Nomor (HDNo), penetapan status golongan (PSG) dan penetapan status penggunaan (PSP). Diharapkan unit tersebut dapat mengelola Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari sewa rumah negara, sehingga lebih cocok apabila unit tersebut berbentuk Badan Layanan Umum (BLU).
Alternatif solusi terhadap rumah negara yang dikuasai oleh pensiunan adalah pemerintah menyediakan mata anggaran tersendiri untuk pembiayaan uang pindah bagi pensiunan untuk keluar dari rumah negara yang dikuasainya.
Para pensiunan tersebut sebelumnya juga adalah pegawai negeri sehingga pemerintah harus dapat menghargai dan lebih arif dalam menangani permasalahan tersebut.
Akhir kata, pemerintah diharapkan dapat memberikan fasilitas perumahan yang layak bagi pegawai negeri sipil pusat di daerah, agar para pegawai yang mengabdi kepada negara tersebut dapat bekerja dengan nyaman, aman dan optimal.(*)