Calon investor maupun investor saham tak perlu khawatir dengan investasi mereka, karena ada Kustodian Sentral Efek Idonesia (KSEI) yang menjamin investasi itu.

Ini ditegaskan Direktur KSEI, Alec Syafruddin, dalam Workshop Wartawan, bertemakan Mencerdaskan Masyarakat Papua Barat dengan Berinvestasi di Pasar Modal, di sebuah rumah makan di Manokwari, Jumat (31/3) siang.

KSEI merupakan lembaga yang menyimpan saham investor sekaligus melakukan penyelesaian transaksi bursa. Investor yang memberi saham akan mendapatkan sahamnya, sedangkan investor yang menjual sahamnya akan mendapatkan dananya dalam waktu tiga hari setelah transaksi dilakukan.

Bila ada wanprestasi dari salah satu pihak, penjual maupun pembeli saham, KSEI akan menyelesaikannya. Jadi, dana investor benar-benar terjamin. Penyelesaian bias melalui berbagai cara, termasuk alternate cash settlement, alias pembayaran dengan tunai.

Investor yang membeli saham juga bisa memeriksa portofolio sahamnya secara real time melalui aplikasi AKSes (Acuan Kepemilikan Sekuritas). Melalui aplikasi itu, setiap investor bisa, antara lain, melihat data kepemilikan Efek serta mutasinya dalam Sub Rekening Efek yang disimpan di sistem KSEI hingga 30 hari terakhir.

Direktur KSEI (kemeja kotak-kotak) Alec Syafruddin dan Kepala Perwakilan BEI Manokwari, M Wira Adibrata (ketiga kanan baris dua) foto bareng pekerja pers usai workshop, Jumat (31/3).

“Setiap perusahaan sekuritas wajib memberikan kartu AKSes pada tiap investornya,” tegas Alec. “Bila ada investor yang belum dapat kartu itu, silakan laporkan ke kami,” tambah M. Wira Adibrata, Kepala Perwakilan Bursa Efek Manokwari, yang mendampingi Alec dalam workshop tersebut.

Pemantauan serupa bisa dilakukan di perangkat mobile dan ATM beberapa bank seperti Mandiri dan Permata.

(Informasi lanjut tentang AKSes bisa dilihat di tautan ini.)

Sesuai data BEI, fasilitas AKSes ini masih kurang digunakan para investor saham asal Papua Barat.  “Login masih sedikit. Baru sekira 200,” tutur Alec yang sudah pernah ke Jayapura itu.

Menurutnya, di Papua Barat hingga saat ini ada 476 investor saham dengan 571 rekening efek. Lebih banyaknya jumlah rekening dari jumlah investor itu menunjukkan ada orang yang memiliki lebih dari 1 rekening. Total investasinya mencapai Rp94,8 M.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Angka itu masih jauh tertinggal ketimbang investor Papua yang mencapai 2318 orang, dengan 2572 rekening, dengan total investasi Rp745,3 M.

Meski begitu, trend kesadaran warga Papua Barat untuk berinvestasi, khususnya di bursa saham, semakin meningkat dan lebih baik dari sejumlah provinsi lainnya di Indonesia yang sudah lebih dulu memiliki kantor perwakilan BEI.

Kendati terdata ada 476 investor di PB, tidak berarti semua investor itu benar-benar berdomisili. Pasalnya, pencatatan asal investor dilakukan berdasarkan asas tempat tinggal investor bersangkutan di KTP masing-masing. Artnya, walau mungkin orang Papua Barat tapi bekerja dan KTP-nya domisili di Medan, Sumatera Utara, maka yang bersangkuta akan tercatat sebagai investor asal tempat itu. Begitu sebaliknya.

Alec juga menjelaskan, sejak tahun 2000 transaksi saham di Indonesia sudah scriptless, alias tidak berbentuk fisik  lembaran saham kertas, tapi digital. Ini mendatangkan keamanan lebih tinggi karena tidak ada lagi saham (script/lembaran kertas) dicuri atau rusak karena bencana. “Jadi lebih efisien,” tegas sarjana computer jeblan ITB Bandung itu.

Alec kemudian memaparkan gambaran umum perbandingan jumlah investor dalam negeri dan luar negeri di lantai bursa Indonesia. Saat ini investor dalam negeri sudah lebih banyak dari investor luar negeri.

“Komposisinya 51% lokal, 49% asing,” jelas pria yang sudah berkarir sekira 20 tahun di KSEI itu.

Lebih banyaknya investor lokal ini penting untuk ketahanan pasar. Pasalnya, bila investor asing lebih banyak, kemudian mereka melarikan uangnya ke luar negeri (capital flight), maka pasar bisa goyang.

Alec juga menyinggung mengenai tax amnesty yang berakhir pada 31 Maret 2017 ini. Pasar saham berharap dana repatriasi uang warga Indonesia di mancanegara itu bisa banyak masuk ke pasar modal.

“Kita sebenarnya harapkan dana repatriasi besar masuk ke pasar modal. Ternyata tak sesuai harapan,” tandasnya.(dixie)