Tradisi pemberian mas kawin, atau dalam bahasa Biak Ararem, adalah salah satu warisan budaya leluhur yang masih melekat dalam adat istiadat masyarakat Biak.

“Adat istiadat itu adalah roh atau jiwa dari budaya, karena setiap budaya adalah sesuatu yang membuat manusia mempunyai jati diri. Jadi, apabila jiwa dari budaya adalah adat atau adat itu adalah roh, maka budaya adalah kemampuan dari jiwa sesorang untuk melakukan yang terbaik,” demikian terang Paulinus Krey dalam rangka mengklarifikasi pemberitaan papuakini.co sebelumnya tentang Ararem.

Menurut Paulinus yang juga adalah Bapa Tua dari Maria Krey, bahwa yang diberitakan papuakini.co kemarin adalah adat Biak yang disebut Iyakyaker, bukan Ararem.

 

“Saya katakan bahwa kemarin yang kami lakukan adalah adat dengan menggunakan budaya membayar. Jadi bukan bayar tetapi lebih pada alat tukar yang diakui dalam adat dengan menggunakan piring atau uang,” tuturnya.

“Kemarin yang kami buat adalah adat Iyakyaker namun yang diekspos oleh papuakini.co adalah budaya atau kebiasaan hasil buatan manusia yang diulang-ulang dengan menggunakan piring dan bendera dan tidak ada unsur adatnya,” tutur Paulinus kepada papuakini.co di Manokwari, Rabu (6/9).

Dikatakan Paulinus bahwa ada salah kaprah dari masyarakat dalam memandang adat. “Jadi sebenarnya budaya mas kawin itu benar, tetapi apabila karakter atau jiwa yang dalam adat tidak dijalankan maka tradisi tersebut hanya sebagai sebuah seremonial saja,” ucap pria kelahiran Biak, 5 Februari 1965 tersebut.

Demikian yang ingin dikoreksi juga adalah ketika perempuan itu sudah dimiliki maka ada kewajiban untuk membayar. “Sebenarnya bukan kewajiban harus membayar tetapi ungkapan hormat itu harus ditunjukkan dan bukan sebatas kata- kata melainkan melalui benda-benda tersebut,” sambungnya.

Diceritakan Paulinus bahwa sejatinya orang Biak kalau dilihat dari budaya maka tidak mengenal suku tetapi klen atau kaum kerabat dengan menggunakan sistem mambri.

Sehubungan dengan itu, apabila kita berbicara tentang Ararem maka itu menyangkut semua. Dan ini bukan masalah uangnya, tetapi nilai yang terkandung dalam diri perempuannya.

Seperti yang diketahui bahwa Ararem merupakan sesuatu yang dimakan dan mengikat. “Jadi dia tidak mati, sehingga dasarnya adalah dia tidak bisa diidentikkan dengan alat tukar,” imbuhnya.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Lanjut Paulinus bahwa Ararem itu bisa diartikan juga sebagai sebuah paham semisal nilai kesopanan atau nilai adat lainnya yang bisa diterjemahkan.

Ketika berulang-ulang menggunakan piring dan uang sebagai benda yang diakui dalam adat, maka akhirnya orang berpikir bahwa yang dimaksud dengan adat adalah piring dan uang, padahal tidaklah demikian.

Adat itu adalah bagaimana cara minta yang baik dan cara menerima yang baik. Itu yang mengakibatkan orang tua tidak hanya berbicara dengan kata-kata saja mengungkapkannya dan membuktikannya dengan benda-benda tersebut.

“Ketika kita menyebut mas kawin itu dibayar, maka seolah-olah perempuan itu dibeli. Itulah sebabnya dalam adat Biak ada Iyakyaker yang mana dia mengembalikan sebagian dari Ararem tadi. Jadi kalau Ararem-nya 300 ribu maka dia harus mengembalikan 150 ribu, entah berupa piring atau nilai-nilai yang lain,” bebernya.

Mas kawin disebut Ararem karena dia mengikat semua kelompok komponen manusia yang ada di kelompok tersebut untuk ikut membayar. Sehingga apabila ada sengketa dalam keluarga maka semua punya tugas, kewajiban dan tanggungjawab untuk ikut memilihara sakralitas dari pada keluarga tersebut.

Itulah maknanya Ararem tadi. Kalau An saja artinya makan, sedangkan Arem artinya tempat taruh piring. Sehingga Ararem berarti sesuatu yang dimakan tetapi diambil dari semua lumbung piring yang ada dengan mengikat dan mempersatukan.

“Sehingga Ararem pengertiannya adalah kekompakan dalam suatu kelompok manusia untuk menyelesaikan suatu kehormatan. Maka sebagai jawaban balik dari Ararem tadi adalah bagaimana restu dari keluarga dengan ungkapan kami menerimanya dengan bukti membekalinya dengan segala atribut kehidupan,” tandasnya.

“Jadi perlu digarisbawahi bahwa Iyakyaker adalah bagian yang sangat penting dalam hubungan perkawinan, karena Ararem tanpa Iyakyaker maka mas kawin akan dianggap sebagai alat untuk membeli perempuan,” ingat anak kelima dari delapan bersaudara itu.

Demikian adalah hasil klarifikasi papuakini.co dengan Bapa Tua dari Maria Krey, Paulinus Krey. Apabila ada kesalahan atau kekurangpahaman sesungguhnya adalah bukan unsur kesengajaan. Karena itu dalam menjaga hubungan yang baik, penulis menyampaikan permohonan maaf dan sekaligus berterima kasih atas saran, ilmu dan petuah yang sudah diberikan oleh pihak keluarga.(jjm)