Masyarakat Kampung Arupi, Distrik Amberbaken, Kabupaten Tambrauw meminta Polda Papua Barat arif dan bijak menangani kasus penyulingan miras yang digrebek tim gabungan Polda Papua Barat pada 23 Mei 2018.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Amberbaken, Kebar dan Karon (AKK), Jhon Warijo, minuman Ampo yang diambil dari sari pohon enau merupakan tradisi masyarakat setempat untuk dipakai dalam kegiatan kekerabatan, kumpul keluarga, atau seperti saat hendak membuka kebun. Namun, akhir-akhir ini minuman lokal itu disuling menjadi CT akibat desakan ekonomi masyarakat.
“Mengubah atau menyuling menjadi CT itu bukan budaya kami,” ujarnya dalam konferensi pers bersama perwakilan masyarakat Amberbaken, Sabtu (14/7) malam.
Dia berharap pemerintah dan Polda Papua Barat menggunakan langkah hukum lain selain penindakan hukum, seperti memberikan surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan mereka,” ujarnya dalam konferensi pers bersama perwakilan masyarakat Amberbaken, Sabtu (14/7) malam.
Dia menjamin jika kasus ini berakhir dengan pernyataan sikap untuk tidak mengulangi perbuatan mereka, maka dia akan turun langsung ke masyarakat dan menegaskan untuk tidak ada lagi yang menyuling enau jadi CT.
Dia yakin masyarakat akan paham.
“Lebih baik mulai hari ini stop. Masih ada cara lain untuk mendapatkan penghasilan. Sekarang sudah tahu itu salah, jadi jangan diulangi lagi,” pesannya.
Di sisi lain, Warijo menilai masyarakat yang nyambi sebagai penyuling CT punya penilaian ada perbedaan penegakan hukum. Pasalnya, menurutnya, segencar-gencarnya pemberantasan miras, sampai saat ini pun orang mabuk masih mudah dijumpai.
“Ini menandakan bahwa miras masih dijual di mana-mana. Pemerintah dan pihak keamanan perlu menyamaratakan penegakan hukum soal miras, agar masyarakat tidak menjadikan ini sebagai perbandingan. Kita mungkin tidak tahu tempat jual miras di Manokwari, tapi kita masih banyak menjumpai orang mabuk,” tuturnya.
Tokoh pemuda Amberbaken, Hugo Asro mengatakan hal senada. “Diakui mereka mengambil tindakan yang salah, tapi setidaknya ada cara lain yang dipakai untuk menyelesaikan persoalan ini. Kasihan, mereka ini masyarakat awam,” ujarnya.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Menurutnya, ada kesan ketidakadilan dalam proses penanganan kasus tersebut. Gubernur telah menginstrukaikan pemberantasan miras, tapi di Manokwari masih banyak praktek miras.
“Di Distrik Tanah Rubuh dan Warkapi masih ada pembuatan miras. Kalau mau berantas, maka berantas semua. Toko elektronik yang terlibat penyelundupan ratusan karton miras saja sampai saat ini kita tidak tahu sampai di mana penyelesaiannya,” ungkap Hugo.
Sementara itu, Alfius Atani salah satu keluarga pelaku, mengatakan pihak keluarga sudah menemui Direktorat Narkoba Polda Papua Barat. Pihak yang ditemui mengatakan keluarga harus menemui Gubernur, sebab penanganan kasus miras jadi atensi Gubernur.
Hanya saja, mereka sampai saat ini belum bisa menemui Gubernur Papua Barat. Meski demikian, beberapa keluarga pelaku itu sampai saat ini masih berada di Manokwari untuk berupaya bertemu dengan Gubernur.
Mengaku melihat langsung penggrebekan itu, Alfius menilai ada tindakan yang tidak tepat saat itu, seperti mendobrak pintu warga dan merusak alat berburu milik warga.
Selain itu, menurutnya saat mengamankan lima warga yang digrebek, polisi katakan warga yang diamankan itu diminta ikut ke Manokwari lalu menyampaikan hal tersebut dengan gubernur.
“Di situlah masyarakat ikut. Setelah ikut, Polisi bilang nanti bicara di Polda. Namun saat sampai di Polda, justru dikatakan bahwa mereka mengenakan UU Pangan atas penangkapan tersebut. Kami masyarakat telah menyadari kesalahan itu, sehingga meminta agar ada penanganan lain selain penindakan,” pintanya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Papua Barat, AKBP Hary Supriono yang dikonfirmasi terkait hal ini mengaku akan menanyakan kembali sejauh mana kasus ini ke Direktorat Narkoba yang menangani.
Dalam penggrebekan tersebut tim gabungan mengamankan lima orang. Mereka adalah Bergita Wandoki (53) seorang perempuan yang saat ini dititipkan penahanannya di Lapas Manokwari, Pilemon Manisra (34) dan Sergius Makui (22) di tahan di Polda PB, sedangkan Aljabar Makui (21) dan Agus Wandoki (18) berstatus wajib lapor.(njo)