Perusahaan pemotongan 16 kapal eks PT Avona Mina Lestari di pelabuhan laut Kaimana mengklaim telah mengantongi ijin-ijin yang diperlukan.
Hal itu disampaikan Jonathan Chandra Direktur Utama PT Jaya Sakti Las (JSL) pada pekerja pers, Sabtu (30/3/2019).
Menurutnya, kegiatan pemotongan kapal seperti ini sudah biasa dilakukan oleh perusahaannya di daerah lain di Indonesia selama 12 tahun belakangan ini.
Sudah 300 lebih kapal yang mereka potong, dan selama itu mereka hanya berurusan dengan pihak Syahbandar, Polair dan Angkatan Laut.
Khusus untuk pemotongan kapal di Kaimana, dia mengatakan PT JSL mengantongi tujuh izin, yaitu Surat Keterangan Penghapusan Pendaftaran Kapal dari Daftar Kapal Indonesia dari Kementerian Perhubungan, Surat Deregistrasi 30 kapal eks asing milik PT Avona Mina Lestari dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Juga Surat Izin dari PSDKP Pusat, PSDKP wilayah Maluku, Papua dan Papua Barat serta PSDKP Perwakilan Kaimana, dan Surat Ijin Scrapping dari Syahbandar Pelabuhan Laut Kaimana,” tuturnya
Dia lalu mengatakan perusahaannya juga memiliki ijin pengelolaan limbah B3, dan ijin untuk melakukan pemotongan kapal.
Selain itu, sudah ada dua kali pertemuan dengan Ketua RT dan masyarakat Kampung Seram yang berdekatan dengan lokasi pelabuhan, termasuk dengan Raja Muda Namatota di kantor Syahbandar.
Juga ada kesepakatan bahwa perusahan siap bertanggungjawab sepenuhnya atas dampak apapun yang terjadi dari kegiatan pemotongan ini.
“Nanti di sini baru saya juga tahu kalau kita juga harus berurusan dengan beberapa dinas lain. Kalau memang ada aturan bahwa pemotongan kapal harus ada surat dari Dinas Lingkungan hidup, maka tolong beritahu saya agar kami bisa melengkapinya,” tuturnya.
“Mohon dimaafkan kalau saya tidak paham karena mungkin di setiap daerah itu berbeda. Kalau memang ini derah konservasi, harusnya saya diberitahu,” tambahnya.
Jonathan kemudian mengatakan sebelum kapal ditarik dari lokasi PT Avona Mina Lestari ke Kaimana, dia sudah komunikasi dengan Kepala Syahbandar Kaimana, baik yang lama maupun yang baru, dan mereka mengijinkanya.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Demikian halnya dengan Kapolres dan masyarakat sekitar 6 bulan lalu sebelum kapal ditarik.
Selain itu, pihak perusahan juga mempekerjakan masyarakat sekitar untuk membongkar papan dan semen yang ada diatas kapal dengan biaya Rp2,5 juta per kapal.
Perusahan juga membayar pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp50.000 per ton.
Jadi, dia keberatan dengan adanya permintaan pemerintah daerah agar aktivitas ini dihentikan dan kapal-kapal tersebut segera dibawa ke luar, karena dari awal dia sudah minta permisi.
“Kalau sekarang tiba-tiba ada beberapa instansi yang keberatan saya jelas keberatan, karena kapal sudah banyak dipotong bagian bawahnya. Jadi kemungkinan besar kalau dibawa keluar akan tenggelam,” tuturnya.
Dia menjelaskan kapal dibawa ke Kaimana karena Surabaya jaraknya jauh, dan menurut Inspektur Marine Syahbandar kapal tak laik dibawa ke Surabaya karena pasti tenggelam dalam pelayaran.
Sementara, kalau dipotong di lokas PT Avona Mina Lestari sangat tidak mungkin, karena tidak ada alat berat, peti kemas, sinyal handphone. “Juga tidak ada kapal,” terangnya.
Soal pengelolaan limbah dia mengaku perusahaannya itu sudah berpengalaman dalam hal itu, bukan baru belajar.
“Semenjak kapal tiba sudah dibongkar semen dan kayu oleh penduduk setempat yang dipekerjakan. Untuk Oli karena sudah empat tahun nongkrong, maka olinya sudah kering semua. Andai ada, maka itu sedikit sekali dan sudah dicari serta dipindahkan ke drum,” ungkapnya.
Terkait dengan rencana kedatangan tim Balai Tehnis Kesehatan Lingkungan Ambon, dia berharap semua proses berjalan lancar dan profesional.
“Mudah-mudahan apa yang dihasilkan nanti berdasarkan fakta di lapangan.
Saya senang sekali dengan adanya uji lab. Saya yakin sekali kami tidak mencemari laut. Nanti hasil lab itu terbit dan itu merupakan surat sakti bagi saya. Jadi justru keuntungan bagi saya, bukan merugikan,” tandasnya.(cpk3/dixie)