Oleh: Hendrik Akbar
Sepanjang perjalanan ke Pantai di Tanjung Kasuari, Kota Sorong, sambil memegang kendali mobil, saya melirik ke kanan dan ke kiri. Imajinasi bercampur aduk memikirkan apa yang ingin saya tulis hari ini.
Tak terbayangkan ada lebih dari satu objek pantai wisata ketika melewati tugu batas kecamatan. Sekira 25 menit, kami pun tiba di sebuah objek wisata yang tampak tidak terurus dengan baik.
Bangunan di gerbang masuk destinasi wisata itu sangat kumuh seperti sudah lama tidak digunakan. Dari kejauhan, tempat berteduh berbentuk honai di sepanjang pesisir pantai tampak seperti bangunan yang lama ditinggal pemilik.
Tapi seketika mata ini tertuju pada raut ceria dan girang yang terpancar di wajah tujuh anak yang melihat rombongan pengunjung turun dari mobil untuk meramaikan Pantai Mansela yang akrab disebut Taman Besar.
Tampak pula gerobak merah yang dipenuhi kelapa muda yang didorong gadis belia cantik bernama Amsia. Gerobak itu tampak sulit bergulir di pasir putih pantai di Kampung Saoka, Distrik Maladummes, Kota Sorong itu. Walhasil, Ramsia tampak kelelahan.
Gadis peranakan Bugis-Seram itu tampak lihai mengayunkan parang membelah satu per satu kelapa pesanan pengunjung, termasuk kami, rombongan wartawan.
Kita sejenak melepas penat sembari mencari imajinasi di antara alunan gemuruh ombak dan sejuknya udara pinggir pantai.
Di saat itu pula, Amsih masih terus mengayunkan parang berhulu pendek itu. Keringatnya tampak menunjukan semangatnya untuk meraup pundi-pundi rejeki. Adik-adiknya turut membantu, tapi mereka lebih memilih mengangkat kelapa lalu bersenda gurau di pesisir pantai.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Ramlia yang siswi kelas VIII SMP 07 itu tak seharusnya berada di situ. Dia semestinya bermain bersama rekan-rekan seumurannya, atau mengikuti pelajaran tambahan seperti les atau kursus.
Tapi, apa daya, dia harus membantu orangtuaya demi kelancaran pendidikan menengah pertama yang dijalaninya saat ini, serta membantu adik-adiknya.
Gerobak merah, buah kelapa dan parang adalah alat dan bahan yang menambah uang jajan sekolah dan uang tabungannya. Terkadang 5.000, kadang pula 10.000 uang jajan yang diberikan padanya. Jika lebih, dia akan menyisihkan sebagian untuk ditabung.
Dari caranya membelah kelapa, jelas dia sudah lama melakukan aktivitas ini.
Siang tadi, 24 buah kelapa yang dia belah. Itu menghasilkan Rp240 ribu untuk dibawanya pulang. Tak semuanya untuk dia. Uang itu akan dia serahkan ke orang tuanya, lalu dibagikan padanya dan enam adiknya. Di waktu libur seperti ini, Ramsia mengaku uang pembagian jualan dia tabung sepenuhnya.
Usai menerima bayaran, Ramsia tak kunjung pulang. Dia duduk bersama adik-adiknya di bawah honai. Meski bercanda gurau, dia tampak memikirkan sesuatu. Dia ingin belajar sembari bekerja agar bisa menabung demi menggapai cita citanya untuk menjadi seorang dokter.(***)