Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) meminta agar penetapan Papua Barat sebagai wilayah konserfasi
tetap memperhatikan keseimbangan dan memberikan keuntungan optimal bagi semua pihak.
“Jangan salah paham ya. SKK Migas bukan tidak setuju penetapan konservasi bagi Papua dan Papua Barat. Secara prinsip, kami mendukung namun diharapkan ditemukan titik keseimbangan antara konservasi dengan pembangunan ekonomi masyarakat Papua dan manfaatnya yang optimal bagi masyarakat,” ujar Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku, A Rinto Pudyantoro dalam siaran persnya, usai membuka FGD bertema Advokasi Perdasus Penetapan Provinsi Konservasi, Rabu (21/11/2018).
Kata dia, industri hulu migas berkomitmen untuk mencegah dan mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan, melalui penerapan sistem manajemen lingkungan yang terintegrasi dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, serta sistem manajemen mutu sebagai sebuah kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
Proses bisnis hulu migas dari awal sampai tahap akhir mensyaratkan Kontraktor KKS untuk memenuhi sejumlah dokumen teknis terkait aspek pengelolaan lingkungan.
Misalnya, saat akan mulai mengoperasikan suatu blok migas, SKK Migas mewajibkan Kontraktor KKS untuk melakukan kajian awal melalui penyusunan Rona Lingkungan Awal atau Environmental Baseline Assessment (EBA).
Studi itu akan menginformasikan daya dukung lingkungan permukaan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi migas.
Kata dia, Papua Barat saat ini terdapat enam Kontraktor KKS yang beroperasi dan memasuki tahapan produksi. Sedangkan di Provinsi Papu terdapat dua Kontraktor KKS di mana keduanya masih dalam tahapan eksplorasi. Namun potensi migas di Papua dan Papua Barat lebih besar dari itu.
“Kalau potensi tertutupi konservasi maka Pemda dan masyarakat tidak bisa menikmati dampak ekonomi dari hadirnya kegiatan hulu migas,” ungkapnya.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Soal ini, Kadis Kehutanan Papua Barat, FH Runaweri yang dikonfirmasi papuakini.co mengatakan, permasalahan adalah tuntutan masyarakat adat, sehingga harapan mereka keberadaan mereka juga dapat menyelesaikan persoalan tersebut.
“Selain ambil SDA untuk negara, hak-hak masyarakat adat juga harus diperhatikan. Jangan sampai seperti kejadian di Seget, yang mana terjadi pemalangan lantaran hak-hak masyarakat tidak diperhatikan,” ungkapnya.
Khusus di Papua Barat, kata dia, potensi migas juga diharapkan bisa dijaga dengan seimbang.
“Sekali dua kali, setahun dua tahun, maka suatu saat SDA akan habis. Tapi kalau wilayah konservasi dijaga kan ada manfaat manfaat di luar pendapatan seperti udara dan resiko banjir,” tandasnya.(njo)