Rendahnya Rasio Kemandirian Fiskal Daerah Papua Barat

Oleh: Viktor Rumere SE MSc

Dosen Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UNIPA

Umumnya, ciri utama daerah efektif melaksanakan otonomi daerah, terletak pada kemampuan keuangan daerah (KEUDA) untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya, dengan tingkat ketergantungan pembiayaan yang bersumber dari pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin mengecil.

Oleh karenanya, pos pendapatan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Salah satu indikator utama potret kemampuan KEUDA adalah rasio kemandirian keuangan (fiskal) daerah.

Rasio kemandirian fiskal daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Halim (2007:223), rasio kemandirian fiskal daerah bertujuan untuk menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal, dan menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.

Click here to preview your posts with PRO themes ››

Oleh karenanya, semakin tinggi rasio kemandirian fiskal daerah mengindikasikan tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin rendah dan demikian pula sebaliknya.

Adapun rasio kemandirian fiskal daerah sendiri ditunjukkan oleh besarnya PAD dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (sumber eksternal) antara lain, (1) bagi Hasil Pajak; (2) bagi Hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam; (3) Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus; (4) Dana Darurat dan Dana Pinjaman; dan (5) Dana Otonomi Khusus.

Secara tersirat, rasio kemandirian fiskal daerah juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD.